SBUMSBUM Akhwat

T 066. HUKUM MEMIJAT YANG BUKAN MAHRAM

HUKUM MEMIJAT YANG BUKAN MAHRAM

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Elliza Jayanti

Angkatan : 01

Grup : 082

Domisili :

 

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Bagaimana hukumnya dalam agama Islam kalau aku menjalankan terapi memijat urat syaraf dengan bersentuhan yang bukan muhrim???

Soalnya aku menjalankan ini dari faktor keturunan yang diwariskan kepada aku pribadi. Aku bingung masalahnya sudah berjalan 4 tahun. Aku 3 bersaudara tapi eyang buyutku memilih aku untuk meneruskan profesi ini. Karena aku menjalankan ini ikhlas Lillahi Ta’ala untuk menjadi seorang penolong dari setiap yang sakit.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Elliza Jayanti hafizhakillah (semoga Allah menjagamu).

Baarakallahu fiikum.

Sebelum kami menjawab, kami ingin meluruskan kata “muhrim” yang ukhti sebut itu tidaklah tepat dan tidak juga pada tempatnya, yang benar adalah “mahram” artinya orang yang boleh (halal) untuk dinikahi, adapun “muhrim” artinya orang yang berpakaian ihram karena hendak Umrah. Wallahul muwaffiq.

Ketahuilah bahwa hukum asal laki-laki menyentuh tubuh wanita yang bukan mahram ataupun sebaliknya (termasuk saling berjabatan tangan) telah diharamkan oleh agama Islam yang mulia ini. Di antara dalilnya ialah:

Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata:

لَا وَاللّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولُ اللّه يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ، غَيرَ اَنّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالكَلَامِ

“… Demi Allah tangan Beliau (Rasulullah -pen) tidak pernah sekalipun menyentuh tangan seorang wanita pun (yang tidak halal baginya) dan Beliau hanyalah membai’at mereka dengan kata-kata semata”. (Muttafaq ‘Alaihi: Bukhari No. 4891, Muslim No. 1866)

 

Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“… Tidak demi Allah, tangan Beliau belum pernah menyentuh tangan seorang wanita pun ketika Beliau membai’at mereka, Beliau hanya membai’at mereka dengan perkataannya…” (Shahih: Bukhari no. 4891).

 

Bahkan Nabi Shallallahu ”Alaihi Wa Sallam dengan tegas bersabda:

“Ditusuknya kepala salah seorang di antaramu dengan jarum yang terbuat dari besi adalah lebih baik baginya dari pada ia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya”. (Sahih: Ath-Thabrani di dalam Kitab Mu’jamul Kabir XX/217 No. 486-487).

 

Belum lagi begitu banyak perkataan para ulama Islam dari berbagai madzhab yang mengharamkan hal tersebut, kami cukupkan dengan perkataan satu ulama saja, di antaranya dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu ta’ala, beliau berkata:

“Dalam hadits tersebut berisi ancaman yang teramat keras bagi siapa saja yang menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya, maka di dalam hadits tersebut ada dalil haramnya menjabat tangan seorang wanita, kerena menjabat tangan itu masuk ke dalam keumuman ‘menyentuh’ tanpa diragukan lagi”. (Silsilah Ahadits ash-Shahiihah II/226).

 

Setelah kita mengetahui hukumnya, selanjutnya kita masuk kepada kaidah dibolehkannya sesuatu yang haram jika kondisinya darurat ataupun mendesak dan tidak ada pilihan yang lain, seperti dalam firman Allah Ta’ala ini: “... Barangsiapa terpaksa makan makanan tersebut (makanan yang haram, seperti daging babi dan lainnya -pen) karena lapar sedang dia tiada ingin berbuat dosa, maka Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Kekal rahmat-Nya”. (QS. Al-Maidah: 3).

 

Sama halnya dengan profesi Ukhti, jika memang terpaksa setelah diusahakan di lingkungan Ukhti tidak ada laki-laki yang ahli kecuali Ukhti harus memijat urat syaraf laki-laki yang sangat membutuhkan pertolongan, maka tidaklah mengapa dengan syarat Ukhti harus ditemani oleh mahramnya seperti suami atau saudara kandung yang laki-laki dan juga sebaliknya atau sekurang-kurangnya si pasien laki-laki yang bukan mahram tersebut harus didampingi oleh mahramnya seperti istrinya dan yang lainnya. Insyaa Allahu Ta’ala tidak mengapa.

Akan tetapi tentunya, kami tetap sarankan:

Mulai saat ini Ukhti melatih dan ajarkan cara terapi memijat urat syaraf tersebut kepada anak, keluarga, kerabat, saudara yang laki-laki dan yang mahram sampai mereka ahli seperti Ukhti yang sudah sekian lama dipercaya oleh masyarakat luas. Sehingga ke depannya jika ada pasien laki-laki tidak perlu Ukhti lagi yang memijatnya, Ukhti cukup khusus menangani pasien wanita saja.

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

  1. Hukum Berjabatan Tangan Di Dalam Islam, Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
  2. Wanita Islam (Tentang Jilbab, Di Podium & Jabatan Tangan), Syaikh A. Hassan, LP3B.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abu Uwais Muhammmad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

 

Tambahan :  Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

Walaupun kondisi darurat sebisa mungkin tetap meminimalisir sentuhan, entah itu dari sisi waktu ataupun interaksi. Jika bisa dengan memakai kaos tangan maka lakukan. Jika bisa mendeteksi syaraf yang salah atau sakit secepat mungkin maka lakukan.

Wallahu A’lam.

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: //t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button