SBUMSBUM Ikhwan

N 047. PANDANGAN PARA ULAMA SALAF TENTANG AIR MUSTA’MAL

PANDANGAN PARA ULAMA SALAF TENTANG AIR MUSTA’MAL

( Sobat Bertanya Ustadz Menjawab )  

 

Pertanyaan

Nama:  S E

Angkatan : 01

Grup : 019

Domisili :

 

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz, pandangan ulama’ salaf tentang air mustakmal seperti apa?

 

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

 

Air musta’mal adalah air dengan jumlah sedikit yang merupakan bekas dari bersuci atau bekas dari mengangkat hadats (seperti air sisa wudhu, mandi, dan yang semisalnya).

Secara penilaian volume air, para ulama telah membagi bahwa air itu disebut banyak jika lebih dari 2 kullah (kurang lebih 200 liter) dan air disebut sedikit jika kurang dari 2 kullah.

Sehingga air musta’mal adalah air yang secara volume di bawah 200 liter berasal dari bekas bersuci. Kalau ada air bekas bersuci di atas 200 liter, seperti berwudhu di kolam renang, atau mandi di sungai, apakah air dalam kolam renang dan sungai tersebut disebut air musta’mal?

Ada silang pendapat di kalangan ulama tentang hukum air musta’mal. Sebagian ulama menganggap air musta’mal ini adalah suci tapi tidak mensucikan (Muthohhir), di antara alasannya adalah karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum mereka sangat butuh air ketika safar namun mereka tidak mengumpulkan air musta’mal agar bisa digunakan di waktu yang lain.

Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwa air musta’mal adalah suci dan mensucikan, ini adalah pendapat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Abu Umamah, yang masyhur dari madzhab Malikiyah, sebagian dari pendapat Syafi’iyah, mayoritas pendapat Hambali dan Dzohiri, serta pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,

كل ما وقع عليه اسم الماء فهو طاهر طهور ، سواء كان مستعملا في طهر واجب ، أو مستحب أو غير مستحب

“Segala sesuatu yang masih kita sebut air (muthlaq), maka ia thahir (suci) dan thahur (menyucikan), baik air tersebut adalah bekas dari bersuci yang wajib, sunnah, atau yang bukan sunnah”. (Majmu’ah Al-Fatawa, 19/236).

 

Di antara dalil-dalil yang mendukung bahwa air musta’mal itu masih suci dan menyucikan adalah hadits Abu Sa’id Al-Khudriy, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

“Sejatinya (hakikat) air adalah suci dan menyucikan, tak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya”

[HR. Abu Daud 67, Tirmidzi 66].

 

Lalu hadits Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ

 فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah keluar bersama kami di Al-Hajiroh, lalu Beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para Shahabat mengambil bekas air wudhu Beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap”. [HR. Bukhari 187].

Ibnu Hajar menjelaskan, “Hadits ini bisa dipahami bahwa air bekas wudhu tadi adalah air yang mengalir dari anggota wudhu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, sehingga ini adalah dalil yang sangat jelas bahwa air musta’mal adalah air yang suci”.  [Fathul Bari Li Ibni Hajar Al-Asqolani, 1/295].

Juga hadits Miswar radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

وَإِذَا تَوَضَّأَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ

“Jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berwudhu, mereka (para Shahabat) hampir-hampir saling membunuh (karena memperebutkan) bekas wudhu Beliau”. [HR. Bukhari 189].

Jika air musta’mal itu najis lalu mengapa para Shahabat sampai saling berebut untuk bertabarruk (mengambil berkahnya? Karenanya Ibnu Hajar mengatakan, “Hadits-hadits ini adalah bantahan kepada orang-orang yang menganggap bahwa air musta’mal itu najis. Bagaimana mungkin air najis digunakan untuk diambil berkahnya?”. [Fathul Bari, 1/296].

Dan Imam Nawawi juga sampai menukilkan perkataan Ibnul Mundzir yang melengkapi semuanya,

ورُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ وابْنِ عُمَرَ وأبِي أُمامَةَ وعَطاءٍ والحَسَنِ ومَكْحُولٍ والنَّخَعِيِّ أنَّهُمْ قالُوا فِيمَن نَسِيَ مَسْحَ رَأْسِهِ فَوَجَدَ فِي لِحْيَتِهِ

 بَلَلًا يَكْفِيهِ مَسْحُهُ بِذَلِكَ البَلَلِ :قالَ ابْنُ المُنْذِرِ وهَذا يَدُلُّ عَلى أنَّهُمْ يَرَوْنَ المُسْتَعْمَلَ مُطَهِّرًا

“Diriwayatkan dari ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, ‘Atho’, Al-Hasan, Makhul, dan An-Nakha’i, bahwasannya mereka berkata :

“Barang siapa lupa membasuh kepalanya lalu ia mendapati air yang membasahi jenggotnya, maka cukuplah ia membasuh kepalanya dengan air tersebut”, Ibnul Mundzir menambahkan : “Hal ini menunjukkan bahwa mereka beranggapan air musta’mal itu mensucikan”.

(Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab 1/153).

Kesimpulannya :

Air musta’mal secara umum itu suci dan mensucikan (Muthohhir).

Adapun silang pendapat tentang air musta’mal khusus wanita (bekas bersucinya wanita), ada yang mengatakan haram karena adanya hadits yang melarang hal tersebut, yakni hadits dari Al-Hakam bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى أَنْ يَتَوَضَّأَ الرَّجُلُ بِفَضْلِ طَهُورِ الْمَرْأَةِ

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang seseorang berwudhu dari air bekas bersucinya wanita”.

[HR. Abu Daud 82].

Adapun yang membolehkan berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas, ia menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mandi dari bekas mandinya Maimunah”.

[HR. Muslim 323].

 

Sehingga jalan tengah yang dipilih oleh sebagian ‘Ulama tentang air musta’malnya wanita adalah makruh, tidak sampai haram.

Semoga Alloh beri taufiq pada kita semua.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Rosyid Abu Rosyidah

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com 

Fanpage: facebook.com/grupislamsunnah 

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah 

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com 

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah 

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab 

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button