SBUMSBUM Akhwat

SBUM AKHWAT NOMOR 192 – DOSAKAH ATAS DOSA SESEORANG TERHADAP KITA?

SBUM
Sobat Bertanya Ustadz Menjawab

NO :192

Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS
https://grupislamsunnah.com

Kumpulan Soal Jawab SBUM
Silakan Klik : https://t.me/GiS_soaljawab

 

Judul Bahasan
DOSAKAH ATAS DOSA SESEORANG TERHADAP KITA?

Pertanyaan
Nama: Rini
Angkatan: 01
Grup: 018
Domisili: –

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ada seorang wanita dengan status janda dan punya anak yang masih kecil-kecil. Fulanah diceraikan dan mantan suami tidak menafkahi anak-anaknya hingga Fulanah merasa beban begitu berat.

Dia merasa Allah tidak adil padanya. Hingga Fulanah berkeinginan pindah aqidah.

Namun di saat seperti itu Fulanah bertemu dengan seorang ikhwan yang dulu Fulanah kenal. Fulanah tersebut menceritakan permasalahannya ke ikhwan itu dan menawarkan diri untuk menjadi madu dengan harapan bisa membimbingnya untuk bersama menuju Jannah-Nya. Namun ikhwan itu merasa belum/tidak mampu dari segi ilmu dan materi, karena ikhwan tersebut baru mengenal Sunnah. Dan fulanah kecewa merasa putus asa dan keinginan awalnya buat pindah aqidah ingin segera dilakukan.

Pertanyaannya apakah ikhwan tersebut ikut berdosa atas pindahnya aqidah fulanah?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Barakallahu fiiki ahsanallahu ilaina wa ilakum.

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Rini di Indonesia.

Sebelum kami menjawab pertanyaan tersebut, kami akan menyampaikan beberapa hal:

1. Yang sudah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi serta pasti terjadi semuanya itu adalah bagian dari takdir Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى yang harus kita terima dengan lapang dada dan sabar. Yakinlah semuanya itu ada hikmah yang dalam dari Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, yang bisa jadi itu tidak baik menurut anggapan kita tapi baik menurut Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

Begitupun sebaliknya, termasuk di dalamnya masalah perceraian antara suami dan istri. Dan inilah salah satu prinsip aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tentang masalah takdir yang harus kita yakini secara pasti.

2. Soal merasa Allah عَزَّ وَجَلَّ tidak adil karena si Fulanah tersebut terkena ujian atau cobaan seperti itu, maka si Fulanah tersebut harus diberikan penjelasan bahwasanya:

a. Coba dihitung-hitung antara nikmat-nikmat yang diberikan Allah عَزَّ وَجَلَّ dengan ujian/cobaan atau musibah yang dialami lebih banyak yang mana? Bagi orang yang senantiasa bersyukur dan bersabar pastinya memiliki jawaban yang inshaf dan adil, “Lebih banyak nikmat dibandingkan dengan musibah!”.

b. Ajak berpikir yang jernih dan melihat kondisi orang-orang di sekelilingnya, bisa dipastikan di sana masih banyak orang-orang yang mendapatkan ujian/cobaan atau musibah yang lebih besar, lebih berat dan lebih parah lagi. Tapi toh mereka umumnya selama belasan bahkan puluhan tahun tetap menjalaninya dengan bersabar dan bersyukur serta selalu bersangka baik kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.

c. Perkara suami menceraikan istri tanpa sebab yang dibenarkan oleh syari’at Islam yang suci ini sepenuhnya adalah tanggung jawab dan dosa suami. Ditambah lagi jika mantan suami tersebut tidak mau menafkahi anak-anaknya itu maka dosanya bertambah besar lagi tentunya.

3. Didasarkan oleh kekecewaan terhadap takdir yang dialaminya, si Fulanah tersebut berencana ingin pindah aqidah atau pindah agama dengan kata lain ingin murtad. Allaahul Musta’aan.

Maka kepada Fulanah tersebut kita berikan nasihat:

Pertama, tetaplah Ukhti di dalam agama Islam yang mulia ini! Dan janganlah sekalipun kita keluar dari agama ini! Sebab Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى, agama selain Islam tidak akan diterima oleh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى dan di akhirat nanti dia menjadi orang yang sangat rugi, karena orang-orang kafir yang matinya tetap di dalam kekafirannyaakan masuk ke dalam neraka jahanam kekal selama-lamanya. Perhatikan ayat-ayat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berikut ini:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ…

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…”.
(QS. Ali Imran [3]: 19).

Kemudian Allah عَزَّ وَجَلَّ berfirman:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
(QS. Ali Imran [3]: 85).

Allah عَزَّ وَجَلَّ juga berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”.
(QS. Al-Baiyyinah [98]: 6).

Kedua, sebuah keyakinan dan anggapan yang sangat keliru jika seorang Muslim murtad maka ekonominya akan baik atau meningkat! Kami bisa tunjukkan bahwasanya tidak sedikit (jika tidak mau dikatakan banyak sekali) orang-orang kafir yang hidupnya secara ekonomi juga sangat susah dan berkekurangan serta memprihatinkan. Bahkan kami kenal dan dekat dengan mereka.

4. Kami sarankan agar Ukhti yang bertanya dan orang-orang terdekat dari Fulanah tersebut membantu secara maksimal, setidaknya dengan tiga bantuan yang mampu diberikan:

a. Mencarikan calon suami yang baik agama dan akhlaknya serta mapan secara ekonomi untuk ikut menafkahi anak-anaknya tersebut.

b. Ajak orang-orang yang diberikan harta lebih oleh Allah (orang kaya) untuk mengumpulkan dana buat membantu nafkah anak-anaknya secara rutin sampai anak-anaknya tersebut mendapat ayah sambung yang baru atau anak-anak tersebut mampu mencari nafkah secara mandiri.

c. Mencarikan pekerjaan yang halal untuk Fulanah tersebut agar dia bisa menafkahi anak-anaknya.

Adapun jawaban dari pertanyaan dari Ukhti Rini hafizhakillah tersebut kami jawab, “Insyaa Allahu Ta’ala dalam hal ini ikhwan tersebut tidak berdosa, terlebih ikhwan tersebut sudah menyampaikan udzurnya yakni belum mampu secara ekonomi dan belum ada ilmu tentang poligami.”

Sampai di sini penjelasan dan jawaban kami, semoga bermanfaat.

والله تعالى أعلم

21 Agustus 2021.

Dijawab oleh: Ustadz Abu Uwais Muhammad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin
Diperiksa oleh: Ustadz Yudi Kurnia, Lc.

 

📣 Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

🌏 WebsiteGIS: https://grupislamsunnah.com
📱 Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
📷 Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
🌐 WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
📧 Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
📬 Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
🎥 YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button