SBUMSBUM Ikhwan

SBUM IKHWAN NOMOR 253 – Hukum Perceraian

SBUM
Sobat Bertanya Ustadz Menjawab

 

NO :  253

Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS
https://grupislamsunnah.com

Kumpulan Soal Jawab SBUM
Silakan Klik : https://t.me/GiS_soaljawab

 Judul bahasan

Hukum Perceraian

 Pertanyaan
Nama: BSB
Angkatan: N03
Grup : N09
Nama Admin : Pak Suherman Abu Nusaibah
Nama Musyrif : Pak Pratama
Domisili : Serang, Banten

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ahsanallahu ilaikum, Ustadz..
‘afwan ustadz izin bertanya..

1. Ada seorang suami kondisi fisik lemah (karena sakit patah tulang dll) bercerita kepada ana Ustadz, bahwa beliau takut sama istri karena wataknya (melempar barang, angkat suara setiap di beri nasihat). Bila si istri diceraikan dia takut bila nanti akan sulit mencari penggantinya dan khawatir salah dapat pasangan kembali, sudah di kasih izin untuk menikah lagi tapi gaji tidak memungkinkan, kalau bertahan katanya rasanya sakit Ustadz hampir setiap hari dia harus menahan diri (bersabar), istri beliau berubah sejak 1-2 tahun si suami patah tulang, saat ini sudah 5+, apakah yang harus beliau lakukan Ustadz?

2. Apakah menceritakan hal demikian kepada orang lain (seperti ini) sudah termasuk talak ya Ustadz? Hati sering menginginkan tapi tidak pernah terucap di depan istrinya.

3. Bila di cerai, berdosakah beliau bila langsung memulangkan si istri ke rumahnya karena takut dengan watak istrinya ya Ustadz?

4. Apakah ada uang atau sesuatu yang harus diberikan kepada si istri bila terjadi perceraian Ustadz? Bila ada bagaimana cara menghitungnya?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهداه.

Hendaklah suami menasihati istri dengan lemah lembut. Suami menasihati istri dengan mengingatkan bagaimana kewajiban Allah padanya yaitu untuk taat pada suami dan tidak menyelisihinya. Ia pun mendorong istri untuk taat pada suami dan memotivasi dengan menyebutkan pahala besar di dalamnya. Wanita yang baik adalah wanita sholeha, yang taat, menjaga diri meski di saat suami tidak ada di sisinya. Kemudian suami juga hendaknya menasihati istri dengan menyebutkan ancaman Allah bagi wanita yang mendurhakai suami.

Ancaman-ancaman mengenai istri yang durhaka telah disebutkan dalam bahasan kewajiban istri. Jika istri telah menerima nasihat tersebut dan telah berubah, maka tidak boleh suami menempuh langkah selanjutnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا

“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya” (QS. An Nisa’: 34).

Namun jika nasihat belum mendapatkan hasil, maka langkah berikutnya yang ditempuh, yaitu hajr.

2. Melakukan hajr
Hajr artinya memboikot istri dalam rangka menasihatinya untuk tidak berbuat nusyuz. Langkah inilah yang disebutkan dalam lanjutan ayat,

وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ

“Dan hajarlah mereka di tempat tidur mereka” (QS. An Nisa’: 34).

Mengenai cara menghajr, para ulama memberikan beberapa cara sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Jauzi. Mengenai cara menghajr, para ulama memberikan beberapa cara sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Jauzi:

1) Tidak berhubungan intim terutama pada saat istri butuh.

2) Tidak mengajak berbicara, namun masih tetap berhubungan intim.

3) Mengeluarkan kata-kata yang menyakiti istri ketika diranjang, pisah ranjang (Lihat Zaadul Masiir, 2: 76).

Cara manakah yang kita pilih? Yang terbaik adalah cara yang sesuai dan lebih bermanfaat bagi istri ketika hajr.

Namun catatan penting yang perlu diperhatikan, tidak boleh seorang suami memboikot istri melainkan di rumahnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau ditanya mengenai kewajiban suami pada istri oleh Mu’awiyah Al Qusyairi,

وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Karena jika seorang suami melakukan hajr di hadapan orang lain, maka si wanita akan malu dan terhinakan, bisa jadi ia malah bertambah nusyuz.
Namun jika melakukan hajr untuk istri di luar rumah itu terdapat maslahat, maka silakan dilakukan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melakukan hajr terhadap istri-istri beliau di luar rumah selama sebulan. Juga perlu diperhatikan bahwa hajr di sini jangan ditampakkan di hadapan anak-anak karena hal itu akan sangat berpengaruh terhadap mereka, bisa jadi mereka akan ikut jelek dan rusak atau menjadi anak yang broken home yang terkenal amburadul dan nakal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ

“Tidak halal bagi seorang muslim melakukan hajr (boikot dengan tidak mengajak bicara) lebih dari tiga hari” (HR. Bukhari no. 6076 dan Muslim no. 2558).

Pertanyaan kedua: tidak termasuk jatuh talak jika masih niat di dalam hati sampai terlepas dengan lisan.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abu Fathiyyah Abdus Syakur, S.Ud,. M.Pd.I

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: https://grupislamsunnah.com
Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah
Instagram: instagram.com/grupislamsunnah
WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com
Telegram: t.me/s/grupislamsunnah
Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab
YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button