SBUMSBUM Akhwat

T 068. HUKUM TALAK DAN PROBLEMATIKA RUMAH TANGGA

HUKUM TALAK DAN PROBLEMATIKA RUMAH TANGGA

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

Pertanyaan

Nama : Sobat GiS

Angkatan : 01

Grup : 063

Domisili :

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga Ustadz beserta keluarga senantiasa dalam lindungan dan limpahan rahmat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Aamiin.

Ustadz,

Suami saya sering berselingkuh dan pernah kedapatan menikah sirri, saat ini saya mencurigai suami berselingkuh dan pernah memergoki suami saya ada di rumah staff perempuannya padahal bilang mau ada perlu menunggu temannya pulang malam. Sesampainya di rumah beliau memarahi saya hingga jatuh talak 1 kepada saya. Hingga akhirnya seminggu kemudian kami rujuk kembali  tanpa ada ijab qobul.

  1. Bagaimana hukum talak suami saya?
  2. Bagaimana hukum rujuk saya?
  3. Bagaimana sikap saya seharusnya kepada suami saat tidak ada kepercayaan lagi?
  4. Bagaimana jika saya boleh meminta bantuan atasannya untuk mengungkap kecurigaan saya?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Baarakallahu fiik

  1. Bahwa talak yang dijatuhkan suami anti sah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

ﺛﻼﺙ ﺟﺪﻫﻦ ﺟﺪ ﻭﻫﺰﻟﻬﻦ ﺟﺪ : ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﺍﻟﻄﻼﻕ ﻭﺍﻟﺮﺟﻌﺔ

 “Ada 3 hal yang seriusnya serius, dan bercandanya dianggap serius, yaitu: nikah, cerai, dan rujuk”. (HR. Abu Dawud,  Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Jadi kalau memang sudah jatuh talak, terlebih dengan lafadz shorih (jelas) maka jatuh talak.

Suami memiliki jatah talak tiga kali, dan talak yang ketiga merupakan talak ba’in.

Dalil tentang jatah talak firman Allah Ta’ala,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (QS. Al Baqarah: 229).

 

2. Talak terbagi menjadi dua, talak raj’i dan talak ba’in, talak raj’i adalah talak satu dan dua, yang membolehkan suami untuk rujuk pada masa iddah istri, adapun talak ba’in adalah talak tiga, tidak ada rujuk walaupun istri masih dalam masa iddah, sang suami harus membuat akad baru, dan sang istri harus sudah menikah lagi dengan selain suaminya, dalilnya:

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia nikah dengan suami yang lain. ” (QS. Al Baqarah: 230).

Maka perceraian ini harus hati-hati dalam memutuskannya jangan sampai kita hanya mengikuti hawa nafsu.

Apabila suami rujuk maka hal ini disyari’atkan, dalil firman Allah yang membolehkan rujuk.

Allah Ta’ala berfirman,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (QS. Al Baqarah: 229).

Yang dimaksud “imsak dengan cara yang ma’ruf” dalam ayat tersebut adalah rujuk dan kembali menjalin pernikahan serta mempergauli istri dengan cara yang baik.

Dan juga firman Allah:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah”.  (QS. Al Baqarah: 228).

Dalil di atas menunjukkan bahwa suami yang sudah mentalaq istrinya berhak rujuk kepada istrinya, dengan syarat ia benar-benar ingin rujuk dengan cara yang baik dan tidak memberi dharar (bahaya) bagi sang istri, dan juga dalil masa iddah perempuan yaitu 3 kali haid, selebihnya maka tidak ada istilah rujuk, melainkan harus membuat akad baru, ini merupakan pendapat para Ulama.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan rujukilah mereka (para istri) dengan cara yang baik”. (QS. Ath-Thalaq: 2).

Maka di luar dari cara yang baik dan juga memberi dharar (bahaya) maka hal tersebut tidak disyari’atkan. Maka kalau anti masih pada masa iddah maka boleh dan berhak suami untuk rujuk, karena sejatinya ketika masa iddah anti masih menjadi istri suami. Berbeda ketika masa iddah anti sudah lewat maka cara rujuk harus memulai akad baru.

Rujuk yang dilakukan suami tidak perlu ridha istri,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah”. (QS. Al Baqarah: 228).

Bahkan ada kondisi yang mewajibkan suami untuk rujuk, yaitu jatuh talak pada masa haid. Dan rujuk juga memiliki hikmah di baliknya.

Allah berfirman,

لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا

“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. “ (QS. Ath-Thalaq: 1).

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah rujuk. Sebagaimana pendapat Fathimah binti Qois radhiyallahu ‘anha, begitu pula pendapat Asy Sya’bi, ‘Atho’, Qotadah, Adh-Dhohak, Maqotil bin Hayan, dan Ats-Tsauri. [5]

Ibnu Katsir rahimahullahu ta’ala berkata,

“Istri yang dicerai tetap diperintahkan untuk tinggal di rumah suami selama masa ‘iddahnya. Karena bisa jadi suami itu menyesali talak pada istrinya. Lalu Allah membuat hatinya untuk kembali rujuk. Jadilah hal itu mudah”.

Dan rujuk bisa melalui beberapa cara, apabila dilakukan maka sah rujuknya. Yang pertama melalui perkataan, yang kedua perbuatan, dua hal ini apabila dilakukan salah satunya maka sah rujuknya. Ulama berbeda pendapat apakah dibutuhkan saksi saat rujuk atau tidak, akan tetapi pendapat yang kuat adalah harus diadakan saksi, dalilnya firman Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ

“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu”. (QS. Ath-Thalaq: 2).

Cukup dengan memberitahu kepada saksi yang terpercaya bahwa anti dan suami sudah rujuk.

 

3. Cobalah anti bersabar dengan ujian yang anti hadapi sekarang, pertahankan hubungan dengan membangun komunikasi lagi. Kira-kira apa yang anti inginkan dari suami dan anti juga mendengar apa yang menjadi keinginan suami, seyogyanya suami dan istri bersikap dewasa dan tidak egois dalam menghadapi masalah seperti ini.

Allah berfirman,

“Dan berdamai itu adalah jalan yang baik”. (QS. An-Nisa: 128).

Kalau memang mau poligami dibicarakan lagi, dan poligami ini termasuk syari’at agama Islam, walaupun yang dilakukan nikah siri, itu lebih baik dari pada suami harus menjalin hubungan degan orang lain dengan cara yang haram. Kalau suami menyesal atas perlakuannya berikanlah maaf, karena itu lebih baik bagi anti dan juga kelanjutan rumah tangga anti, karena perceraian pada suatu bahtera tumah tangga merupakan prestasi tertinggi syaitan. Maka jangan sampai anti dan suami kalah melawan syaitan yang terkutuk. Dan juga perlu digarisbawahi bahwa poligami bukan hanya urusan mental atau keberanian, ataupun kemampuan dari segi finansial saja, akan tetapi dituntut keadilan lahir dan bathin. Yang itu semua akan dipertanggungjawabkan.

Apabila ada istri yang terzhalimi maka sang suami berdosa, dan harus mempertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Yang mana hal tersebut bisa menjadi pertimbangan sang suami.

Jadi saran ana sikap anti untuk bersabar, dan menjalin hubungan bilamana anti memang sudah rujuk. Sebisa mungkin jangan sampai ada perceraian lagi, karena di situ syaitan tertawa gembira. Cara supaya bisa mengalahkan, kembalikan tujuan rumah tangga anti dan suami menuju ridha Allah Subhanahu Wa Taala. Dan juga berpegang teguh di atas Sunnah dan selalu meminta taufiq dan hidayah  kepada Allah, karena tempat kembali atau sandaran terbaik hanyalah Allah. Dan juga tumbuhkan sikap rasa selalu dalam pengawasan kepada Allah, supaya suami juga takut dan selalu diawasi oleh Allah bukan sang istri. Ajak suami untuk mengamalkan hak tersebut, kalau dia menolak, coba lagi. Akan tetapi kalau anti tidak mampu lagi maka tidak mengapa meminta khulu’ yaitu meminta agar suami mentalaq. Jadikan talaq merupakan solusi terakhir. Carilah jalan perdamaian terlebih dahulu, apabila  tidak ada jalan keluar lagi maka yang terakhir adalah talaq. Dan talaq berada di tangan suami, sang istri hanya boleh minta khulu’ dengan syarat memberi tebusan, yaitu senilai dengan mahar yang diberikan, kalau 100 ribu berarti tebusannya 100 ribu, dan semisalnya.

4. Sebenarnya kecurigaan-kecurigaan seperti itu yang akan membuat hati kita mudah diombang-ambing oleh hawa nafsu dan syaitan. Biarkan kebenaran itu terungkap dengan sendirinya dan juga meminta pertolongan Allah, tidak perlu tajassus (memata-matai) suami. Karena itu merupakan tindakan yang tidak diajarkan oleh Islam. Ketika anti tahu kebenarannya ketika tajassus, hal tersebut akan membuat hati anti semakin terpuruk dan memicu pertengkaran dan pertikaian. Mungkin awal anti merasa yakin tentang kecurigaan anti, akan tetapi syaitan tidak akan meninggalkan begitu saja urusan anti, dia pasti berusaha merusak jauh lebih rusak lagi, karena itulah tujuan mereka. Terlebih jika anti meminta bantuan atasannya. Jika dia perempuan bisa terjadi fitnah dengan suami anti, jika atasannya laki-laki bisa terjadi fitnah dengan anti sendiri. Memang mungkin di awal anti bisa berkata, saya akan menjaga diri dan juga tahu batasan, akan tetapi perlu diketahui hati ini sangat lemah jika tidak di atas ketaqwaan kepada Allah, dan hati yang bertaqwa adalah yang menjauhi larangannya. Jika larangan tersebut kita dekati apakah hati ini bisa bertahan? Laki-laki itu mudah digoda syaitan dengan perempuan, maka hati-hati fitnah wanita itu besar, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memperingatkan ummatnya dari fitnah tersebut. Istri tidak akan ditanya tentang dosa yang dilakukan suami, melainkan sebaliknya suamilah yang akan ditanya.

Maka baiknya anti tidak perlu melakukan hal tersebut karena mudharat yang ditimbulkan jauh lebih besar dari pada manfaatnya. Memang akan timbul keyakinan setelahnya, akan tetapi jangan sampai yang anti lakukan itu hanya sebatas memenuhi hawa nafsu anti, karena jikalau terungkap anti tetap akan merasa tidak puas, sehingga anti akan menuntut ini dan itu, dan egoislah yang akan tumbuh di hati, kenyamanan mulai redup, dan kalau kecurigaan anti tidak terbukti, bisa jadi anti kecewa. Akan tetapi kalau ingin supaya hati anti yakin anti bisa tanyakan langsung kepada suami dan berharap kepada Allah supaya kebenaranlah yang akan diucapkan. Usahakan urusan rumah tangga anti tidak perlu memasukkan orang lain ke dalamnya, kecuali memang diperlukan seperti KDRT. Karena orang ketiga itu biasanya merusak dan hubungan anti dengan suami menjadi tidak murni.

Meminta pendapat boleh, akan tetapi memasukkan orang terlalu dalam itu tidak diperlukan. Apabila dibawa kepada orang tua pun, orang tua tidak boleh terlalu dominan dalam mengambil keputusan, akan tetapi hanya dimintai saran saja. Keputusan tetap di anti dan suami.

Semoga anti selalu dalam lindungan dan taufiq Allah dan juga rumah tangga anti selalu dijaga dan diberkahi oleh Allah. Semoga urusan anti selalu dimudahkan dan dilancarkan. Dan juga diberikan jalan keluar dari segala permasalahan yang anti hadapi. Aamiin.

Syukran.

والله تعالى أعلم

Referensi: Website Rumaysho

Dijawab oleh: Ustadz Abdullah Ashim.

Diperiksa oleh: Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

Tambahan : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

Bagaimana jika sudah tidak ada kepercayaan lagi terhadap suami?

Memang berat jika kita berumah tangga hanya menyandarkan pada cinta satu sama lain saja. Ketahuilah bahwa rumah tangga tidak akan berjalan baik jika hanya menggunakan hukum sebab akibat saja, karena dia baik kepadaku maka aku baik kepadanya, karena dia percaya padaku maka aku percaya padanya, tidak demikian.

Betapa banyak perceraian yang terjadi jika hanya menggunakan sebab akibat sebagai landasan berumah tangga, padahal tidak sedikit rumah tangga yang berakhir bahagia setelah melalui berbagai cekcok dan konflik. Sebagaimana kedewasaan itu butuh waktu, begitu pula keharmonisan rumah tangga, keduanya adalah hal yang saling berkaitan.

Solusi jika krisis kepercayaan pada suami?

Jadikan kewajiban anda dan pemenuhan hak suami semata-mata karena perintah Allah. Kesampingkan dulu perasaan, kesampingkan dulu ego, kesampingkan dulu siapa yang salah dan siapa yang benar, biar Allah yang menyadarkan hati suami Anda, tugas Anda adalah memancing keberkahan serta kesadaran suami dengan do’a dan pelayanan sebagaimana yang Allah perintahkan kepada para istri.

Wallahu A’lam.

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: /grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button