SBUMSBUM Akhwat

T 138. GERAKAN SHALAT WANITA DAN DUDUK IFTIRASY PADA SHALAT

GERAKAN SHALAT WANITA DAN DUDUK IFTIRASY PADA SHALAT

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

Pertanyaan

Nama: Hesti Hastuti

Angkatan: 01

Grup: 136

Domisili:

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga Allah menjaga Ustadz beserta keluarga dan seluruh kaum muslimin.

Afwan, Ustadz ana mau bertanya, apakah perkara memutar balik badan ketika selesai salam tidak disyari’atkan untuk kaum wanita? 

Dan pertanyaan kedua, ana pernah dengar bahwa hadits mengenai duduk iftirasy di semua shalat 2 raka’at termasuk shalat Shubuh itu adalah pendapat yang rajih, Ustadz. Tetapi rata-rata orang-orang tidak mengambil pendapat tersebut. Yang ana tanyakan apakah ada pendapat yang paling rajih, Ustadz? 

Mohon penjelasannya, Ustadz. 

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Hesti Hastuti hafizhakillah. 

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kesehatan dan keberkahan Ukhti dan keluarga. 

Aamiin. Wa Iyyaakum. 

Jawaban pertanyaan pertama: 

Jikalau seorang wanita menjadi imam untuk makmum para wanita juga, maka hukum-hukum dan kaifiyat (tata cara) gerakan shalat dari takbir sampai salam bahkan sampai “memutar balik badan ketika selesai salam” atau “menghadapkan wajah dan seluruh badan ke arah makmum” itu semuanya sampai dzikir dan do’a setelah salam pun tidak ada yang berbeda dengan tata cara shalatnya laki-laki ketika menjadi imam. 

Sehingga jawaban untuk pertanyaan ini, tetap disyari’atkan juga untuk wanita ketika menjadi imam lalu selesai dengan mengucapkan salam kemudian dilanjutkan dengan menghadapkan wajah dan seluruh badan ke arah makmun sama seperti ketika laki-laki menjadi imam. 

Begitupun dengan gerakan shalat yang lainnya. Intinya hadits-hadits tentang shalat itu tidak hanya dikhususkan untuk laki-laki saja, tetapi berlaku untuk wanita. 

Mari kita simak penjelasan Syaikh Al-Albani rahimahullah

“Semua uraian tentang tata cara pelaksanaan shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berlaku sama bagi laki-laki dan wanita. Tidak ada keterangan dari Sunnah yang menyatakan adanya pengecualian wanita pada sebagian dari tata cara shalat itu”.

Bahkan keumuman sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.

Adalah mencakup juga para wanita. Hal ini merupakan pendapat Ibrahim an-Nakha’i, beliau berkata: “Dalam shalat, wanita melakukan gerakan-gerakan shalat sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (I/75/2) dengan sanad yang shahih dari an-Nakha’i). 

Adapun hadits yang menyebutkan wanita ketika sujud merapatkan (mengepitkan) tangannya ke lambung, sehingga wanita dalam hal itu berbeda dengan laki-laki adalah hadits mursal yang tidak dapat dijadikan sandaran. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam al-Maraasil (117/87) dari jalan Yazid bin Abi Hubaib. Takhrij hadits ini dapat dilihat dalam Silsilah al-Ahaadits adh-Dha’ifah (No. 2652). 

Sedangkan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Masaa-il anak beliau, ‘Abdullah dari beliau -Imam Ahmad- (hal. 71) dari Ibnu ‘Umar, bahwa Beliau memerintahkan isteri-isterinya duduk bersila dalam shalat. Ini adalah atsar yang tidak shahih, dikarenakan dalam sanadnya terdapat perawi bernama ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-‘Umari, dia perawi yang dha’if. 

Al-Bukhari meriwayatkan dalam at-Taariikh ash-Shagir (hal. 95) dengan sanad yang shahih dari Ummu Darda’:

“Bahwasanya dia (Ummud Darda’) duduk dalam shalatnya seperti duduknya kaum laki-laki, dan beliau adalah seorang wanita ahli fiqih.” (Ashlu Shifati Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Edisi Terjemahan: Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Jilid 3, hal. 283, Griya Ilmu). 

Jawaban Pertanyaan Kedua:

Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, sekurang-kurang dua pendapat: 

  1. Pada saat duduk tasyahud akhir pada shalat apapun dan berapa raka’at pun duduknya tetap tawarruk. 
  2. Pada semua shalat yang dua raka’at atau yang duduk tasyahudnya cuma satu kali seperti shalat Witir yang 1, 3 dan 5 raka’at duduk tasyahud akhirnya iftirasy dan bukan tawarruk. 

Yang perlu kita ingat dan perhatikan secara seksama, kita harus berlapang dada dalam perbedaan masalah-masalah fiqih seperti ini. Sebab ini menyangkut masalah ijtihad para ulama yang sudah pasti melahirkan khilafiyah. Oleh karenanya kita tidak boleh menghujat, mencela dan mencaci maki yang berbeda dengan kita. 

Permasalahan ini jika kami kupas tuntas tentunya memakan halaman yang tidak sedikit, oleh karena itu kami bahas dengan ringkas saja. Insyaa Allahu Ta’ala kami nukil dari penjelasan *Al-Fadhil Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah*, beliau menjelaskan: 

“Setelah selesai mengerjakan raka’at kedua, Rasulullah duduk untuk melakukan tasyahud. Dan apabila shalat yang Beliau lakukan hanya dua raka’at, seperti shalat Shubuh dan shalat Sunnah rawatib dan lainnya, Beliau duduk iftirasy seperti cara duduk pada duduk di antara dua sujud”.

Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa untuk shalat yang dua raka’at duduknya adalah dengan tawarruk, seperti Imam Malik, Asy-Syafi’i, Asy-Syaukani dan lain-lain. Akan tetapi yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Imam Ahmad, Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri, Syaikh al-Albani dan yang lainnya adalah duduk dengan iftirasy. Lihat Ashlu Shifati Shalatin Nabiy (III/829, 982-987). Lihat Nailul Authar (III/238-240, cet. Dar Ibnil Qayyim dan Dar Ibni ‘Affan). 

(Referensi: Sifat Wudhu & Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 291-293, Pustaka Imam Asy-syafi’i.)

Dalam salah satu catatan kaki di kitab tersebut kemudian beliau melanjutkan: 

Dalam tasyahhud akhir pada shalat yang tiga raka’at atau empat raka’at maka duduknya dengan tawarruk yaitu menghamparkan kaki kiri, menegakkan kaki kanan dan duduk di atas lantai. Adapun tasyahhud akhir pada shalat yang dua raka’at maka duduknya dengan iftirasy yaitu menghamparkan kaki kiri, menegakkan kaki kanan dan duduk di atas telapak kaki kiri, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-Albani, Syaikh Al-Utsaimin dan para ulama sebelumnya rahimahumullah. 

(Referensi: Sifat Wudhu & Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, hal. 316 -foot note no. 689-, Pustaka Imam Asy-syafi’i) 

Jika engkau mau dan untuk lebih luasnya tentang masalah ini silakan baca buku-buku di bawah ini: 

  1. Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (3 Jilid), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Griya Ilmu. 
  2. Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Menurut Sunnah Yang Shahih, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Pustaka Ibnu Katsir. 
  3. Ensiklopedi Kesalahan Dalam Shalat, Syaikh Masyhur Hasan Salman, Pustaka Imam Asy-syafi’i. 
  4. Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Qowam. 
  5. Ensiklopedi Shalat Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (3 Jilid), Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam Asy-syafi’i. 
  6. Al-Masaail (12 Jilid), Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah. 
  7. Sifat Wudhu & Shalat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy-syafi’i. 
  8. Shalat Bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi, Pustaka Al-Furqon. 

Wallahu ‘alam. Wallahul muwaffiq. 

Semoga bermanfaat.

 

Dijawab oleh : Ustadz Abu Uwais Muhammad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin.

Diperiksa oleh : Ustadz Yudi Kurnia, Lc.

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button