SBUMSBUM Akhwat

T079. MAKSUD DARI QIYAS DAN TAKWIL DAN HARAPAN ORANG TUA SYAIKH AL-ALBANI RAHIMAHULLAH

MAKSUD DARI QIYAS DAN TAKWIL DAN HARAPAN ORANG TUA SYAIKH AL-ALBANI RAHIMAHULLAH

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Nenni Yuliati

Angkatan : 01

Grup : 40

Domisili :

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

  1. Apa yang dimaksud dengan QIYAS dan TAKWIL?
  2. Apa yang diharapkan orang tua Syaikh Al-Albani dari beliau?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Nenni Yuliati hafizhakillah (semoga Allah menjagamu). 

Baarakallahu fiikum.

  1. Arti dari Qiyas dan Takwil:

1. Qiyas artinya analogi, di dalam Islam syari’at telah melarang kita menggunakan Qiyas kecuali yang sifatnya darurat dan itu pun dalam perkara-perkara ibadah ghairu mahdhah, bukan untuk digunakan pada ibadah mahdhah. Sebagai contoh menunaikan zakat di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para Shahabatnya radhiyallahu ‘anhum dengan menggunakan makanan pokok seperti: kurma, kismis, gandum dan anggur kering.

Oleh karena di Indonesia makanan pokoknya bukan seperti di negeri Arab atau di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, maka diqiyaskan (dianalogikan) dengan beras sebagai makanan pokok kita orang Indonesia.

2. Takwil, mari kita simak dan pahami bersama penjelasan dari Al-Fadhil Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah ketika beliau menjelaskan tentang arti takwil yang sebenarnya di dalam kitab ‘Al-Masaail jilid 6, halaman 183 beliau hafizhahullah menjelaskan dan menegaskan:

Arti ta’wil yang benar menurut Ulama mutaqaddimin (yang dahulu dari kaum salaf) mempunya dua arti: 

1 .Dengan arti tafsir. Oleh karena itu Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari setiap kali menafsirkan suatu ayat dia mengatakan ta’wil ayat ini yang maksudnya tafsir ayat ini.

2. Dengan arti keadaan yang sebenarnya

Sedangkan kaum khalaf mengartikan ta’wil dengan arti bid’ah yaitu memindahkan dari arti yang zhahir pada arti yang lain. Seperti Tangan Allah diartikan dengan Kekuasaan Allah atau Allah datang diartikan dengan datang keputusan-Nya/perintah-Nya atau Allah turun ke langit dunia setiap sepertiga malam yang terakhir diartikan dengan turun rahmat-Nya. Arti ta’wil yang seperti ini tidak dikenal sama sekali di dalam Islam dan jelas menyalahi bahasa Arab yang Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. (Lihat Fatawa Hamawiyah Kubra oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah).

 

  1. Apa yang diharapkan orang tua Syaikh Al-Albani rahimahumullah dari beliau?

Mari kita simak sekelumit biografi Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah bersama sikap dan perkataan ayahnya kepada beliau yang ditulis oleh Ustadz Mubarak Bamuallim hafizhahullah di dalam buku ‘Biografi Syaikh Al-Albani: Mujaddid dan Ahli Hadits Abad Ini’, halaman 12-15 beliau menjelaskan:

“Beliau adalah seorang Imam Mujaddid (reformis), seorang ‘alim yang dapat dipercaya, peneliti yang cermat, ahli hadits dan fiqih di zaman ini, pembawa bendera tauhid dan Sunnah Rasulullah ﷺ yang berjalan meniti jejak salafush shalih dalam aqidah, ibadah, dan manhaj, pembela kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ dari perubahan orang-orang yang melampaui batas atau yang menganggap baik kebathilan mereka atau penakwilan orang-orang yang jahil. 

Nama lengkapnya: Muhammad Nashiruddin bin Nuh bin Adam Najati, nama julukannya: Al-Albani, disandarkan kepada negeri kelahirannya Albania, beliau dipanggil dengan sebutan Abu “Abdirrahman’.

Al-Albani rahimahullah dilahirkan pada tahun 1332 H, bertepatan dengan tahun 1914 M di kota Shkodera, ibukota lama republik Albania, beliau hidup di kota ini kurang lebih selama sembilan tahun.

Al-‘Allamah Al-Albani rahimahullah tumbuh berkembang pada sebuah keluarga miskin yang jauh dari kekayaan. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang patuh pada agama dan berilmu. 

Ayah beliau – Al-Haj Nuh Najati rahimahullah – adalah seorang alumnus dari beberapa pesantren dan sekolah tinggi Islam yang berada di Istambul, ibukota pemerintahan ‘Utsmaniyyah. Setelah menyelesaikan studinya ia kembali ke Albania untuk berdedikasi kepada agama, mengajarkan ilmunya kepada ummat sehingga menjadi salah satu referensi (tempat bertanya) kaum Muslimin yang berdatangan untuk menimba ilmunya. Beliau adalah seorang ulama dan ahli fiqih madzhab Hanafi.

Pada masa pemerintahan Albania dikuasai oleh Ahmad Zogu, ia merubah sistem pemerintahan Albania menjadi sebuah negara sekuler yang berkiblat pada Barat dalam segala aspek kehidupan, menyempitkan ruang gerak kaum Muslimin serta menekan mereka dengan tekanan-tekanan yang menyulitkan. 

Mengamati kondisi yang semakin memburuk, Al-Haj Nuh Najati rahimahullah sangat khawatir terhadap agama dan keturunannya. Ia putuskan untuk hijrah ke negeri Syam dan memilih kota Damaskus sebagai tempat domisilinya. Banyak hadits Rasulullah ﷺ  yang menjelaskan keutamaan negeri Syam, lagi pula kota ini tidak asing baginya karena sebagai kota persinggahan dalam perjalanan-perjalanan haji.

Al-Albani rahimahullah menuturkan: 

“Ketika Ahmad Zogu menguasai Albania dan memerintahnya, ia memaksa rakyat untuk melaksanakan perundang-undangan produk Barat, menekan kaum wanita untuk menanggalkan hijab mereka dan memaksa polisi serta tentara untuk memakai topi. Semua itu sebagai peringatan akan jeleknya pemerintahan tersebut menurut pandangan ayahku. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk hijrah ke negeri Syam khususnya ke kota Damaskus. 

Ayahku banyak membaca hadits yang menerangkan tentang keutamaan negeri Syam secara umum dan kota Damaskus secara khusus, sebagaimana yang diketahui. Kemudian barulah kami ketahui bahwa hadits-hadits itu ada yang shahih, hasan, dha’if, dan maudhu’, Namun kerangka berfikir ayah saya secara umum adalah benar dan sangat mantap di dalam dirinya rahimahullah, itulah sebab kami berhijrah tanpa ada penekanan. 

Al-Albani rahimahullah berkata: “Usiaku pada saat itu sembilan tahun. Aku tidak mengetahui bahasa Arab sedikit pun. Dengan demikian tatkala pergi ke Damaskus kami tidak mengetahui membaca dan menulis bahasa Arab“. 

Syaikh rahimahullah berkata menceritakan permulaan masa belajarnya: ”Kemudian aku masuk sebuah sekolah swasta yang bernama Jam’iyyatul Is’af Al Khairi, di sanalah awal belajarku. Disebabkan usiaku yang cukup besar maka aku lalui kelas satu dan dua ibtida’iyah hanya dalam waktu satu tahun. Oleh sebab itu aku berhasil mendapatkan ijazah ibtida’iyah dalam masa belajar empat tahun. Tampaknya Allah menjadikan kecintaanku kepada bahasa Arab sebagai fitrahku. Karena karunia Allah Ta’ala jua, kemudian cintaku kepada pelajaran bahasa Arab, menjadikan aku meraih prestasi di atas teman-temanku warga Syiria, dalam bahasa Arab dan yang lainnya. Masih dalam ingatanku seorang ustadz pelajaran nahwu, ketika menulis sebuah kalimat atau bait syair ia meminta par murid untuk mengi’rabnya (menguraikannya) dan jika tidak mampu, ia mengeluarkan aku di tengah-tengah mereka, lalu bertanya, 

“Bagaimana pendapatmu tentang kalimat ini, wahai Arna’uthi?” 

Maka aku menjawabnya dengan tepat hanya dengan menggunakan satu kalimat saja, lalu ia pun mencela murid-murid Arab Syiria”.

Melihat jeleknya sekolah-sekolah umum/pemerintah dari segi pengajaran agama, ayahnya memutuskan untuk tidak memberi kesempatan kepada Al-Albani melanjutkan studinya. Beliau membuat program ilmiah intensif bagi puteranya.

Kata Syaikh Al-Albani rahimahullah : 

“Setelah menamatkan Ibtida’iyyah, ayahku menetapkan agar aku belajar kepada para ulama (syaikh). Lalu aku pun belajar pada beliau fiqih madzhab Hanafi dan ilmu Sharaf, pada Syaikh Sa’id Al-Burhani aku belajar sebagian fiqih Hanafi dan secara terfokus aku membaca kitab ‘Maraqil Falah Syarh Nurul Iddhah’, juga sebagian kitab Nahwu dan Balaghah modern.

Aku telah menamatkan membaca Al-Qur’anul Karim disertai tajwidnya bersama ayahku. 

Pada waktu yang sama aku bekerja sebagai tukang kayu, mengikuti dua orang guruku, yang pertama adalah pamanku Isma’il, aku mengikutinya selama dua tahun. Yang kedua adalah Abu Muhammad seorang Syiria juga selama dua tahun. Biasanya pekerjaan kami merenovasi rumah-rumah lama yang telah hancur disebabkan hujan dan salju. Pada musim hujan kami tidak dapat berbuat sesuatu. 

Pada suatu hari di musim hujan, aku mengunjungi ayahku, beliau bekerja sebagai tukang reparasi jam, ia menyapaku: 

“Apakah kamu tidak bekerja hari ini?” 

Aku menjawab: “Ya”.

Beliau berkata: “Bagaimana pendapatmu jika bekerja padaku, karena aku melihat pekerjaanmu tidak sesuai bagimu”.

Aku menjawab: “Terserah ayah.” 

Ia berkata: “Naiklah ke toko”. 

Tokonya terletak di sebuah tempat yang ditinggikan dari tanah karena khawatir hujan dan salju”.

Sampai di sini penjelasan Ustadz Mubarak Bamuallim hafizhahullah.

 

Kesimpulan:

  1. Syaikh Al-Albani rahimahullah lahir dan tumbuh besar serta dididik di lingkungan para ulama, bahkan di antara para ulama tersebut adalah ayahnya sendiri yakni Syaikh Al-Haj Nuh Najati rahimahullah yang menjadi rujukan ilmu keluarga dan masyarakatnya pada zaman itu.
  2. Dari penjelasan di atas dan juga dari perkataan-perkataan dan sikap ayah beliau rahimahullah sangatlah jelas bahwa orang tua beliau berkeinginan keras agar kelak anaknya tersebut menjadi seorang ahli ilmu (ulama). Dan kita semua di dunia ini menyaksikan beliau benar-benar menjadi seorang ulama yang menguasai banyak cabang ilmu-ilmu Islam. Melahirkan karya tulis ilmiah dari berbagai disiplin ilmu-ilmu Islam yang jumlahnya mencapai ratusan jilid. Disegani oleh lawan dan kawan. 

Sampai dipuji oleh banyak ulama di antaranya Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Syaikh Al-Albani seorang yang telah kami kenal akan kebaikan aqidah dan biografi kehidupannya serta dukungannya kepada madzhab Salafush Shalih. Dia adalah seorang yang berpegang pada madzhab Salaf.”

Beliau juga berkata: “Aku tidak mengetahui di abad ini seorang ‘alim dalam ilmu hadits yang melebihi Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-albani.”

Bahkan Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin bin Hammad al-Abbad hafizhahullah seorang ahli hadits, mantan rektor Universitas Islam Madinah dan juga guru besar di masjid Nabawi berkata: “Al-Albani seorang ‘alim besar yang telah berkhidmat kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, ‘aqidahnya baik, tidak boleh menikamnya dengan tuduhan-tuduhan bathil.”

Wallahu a’lam. Wallahul muwaffiq.

Semoga bermanfaat. 

 

Referensi:

  1. Al-Masaail (Masalah-Masalah Agama) Jilid 6, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah.
  2. Biografi Syaikh Al-Albani: Mujaddid dan Ahli Hadits Abad Ini, Ustadz Mubarak Bamuallim, Pustaka Imam Asy-syafi’i.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Abu Uwais Muhammad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin. 

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag. 

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button