SBUMSBUM Ikhwan

N 082. HUKUM BERSEDEKAP ATAU MELIPAT TANGAN KETIKA I’TIDAL

HUKUM BERSEDEKAP ATAU MELIPAT TANGAN KETIKA I’TIDAL

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Hairullah Anwar

Angkatan : 01

Grup : 089

Nama Admin : Didik Harsono

Nama Musyrif : Faris Abdunnasher

Domisili : –

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى. Saya ada pertanyaan kepada Ustadz. Kadang saya melihat di masjid saya ada jama’ah yang ketika i’tidal, dia melakukan setelah berdiri tegap dia sedekap, melipat tangan dia seperti, kita setelah takbiratul ihram. Pertanyaan saya apakah itu dibolehkan sesuai hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

الحمد لله والصلاة والسلام علئ رسول الله أما بعد.

Dalam masalah ini maka ada beberapa hadits yang terkait dengan sedekap setelah ruku’. Akan tetapi hadits tersebut tidak secara gamblang mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersedekap ketika i’tdal.

Adapun hadits yang ada adalah dari Wail bin Hujr,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika Beliau berdiri dalam shalat, Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. An Nasai No. 888 dan Ahmad 4: 316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

 

Dan hadits-hadits musii’ sholatuhu (orang yang jelek shalatnya),

ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ ثُمَّ رَفَعَ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ

“Kemudian ruku’ lalu kedua tangan diletakkan di lututnya sampai setiap anggota tubuh mengambil posisinya. Kemudian bangkit dari ruku’ dan setiap anggota tubuh mengambil posisinya.” (HR. Ahmad 3: 407. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

 

Sebagaimana pula diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idiy, ia berkata,

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِى الصَّلاَةِ

“Orang-orang saat itu diperintahkan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya saat shalat.” Abu Hazim berkata, “Hadits ini disandarkan pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” Hadits terakhir ini diriwayatkan oleh Ahmad.

 

Dan yang lebih baik bagi imam dan makmum bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sebagaimana sedekap yang dilakukan sebelum ruku’ yaitu saat membaca surat. Hal ini berdasarkan hadits Wail bin Hujr,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika Beliau berdiri dalam shalat, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.” (HR. An Nasai No. 888 dan Ahmad 4: 316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

 

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’) ketika ditanya dalam masalah ini maka dikatakan, “Ada istilah ‘qobd fish sholah’ yaitu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (keadaan bersedekap). Ada juga istilah ‘sadl fish sholah’ yaitu menurunkan atau melepaskan tangan di samping (tanpa sedekap). Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dengan menggenggam ini ada petunjuk dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam saat berdiri membaca surat atau saat berdiri bangkit dari ruku’ (i’tidal).

Hadits yang mendukungnya adalah hadits dari Wail bin Hujar radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim,

أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ كَبَّرَ ، وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ ، ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى ، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا ، فَكَبَّرَ فَرَكَعَ ، فَلَمَّا قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَفَعَ يَدَيْهِ ، فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ.

Wail bin Hujr pernah melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengangkat kedua tangannya ketika ia masuk dalam shalat dan Beliau bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar). Hammam mengatakan bahwa Beliau mengangkat tangannya sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian Beliau menutupi tangannya dengan pakaiannya, kemudian Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya. Ketika ingin ruku’, kedua tangannya dikeluarkan dari pakaian, kemudian Beliau mengangkat kedua tangannya. Beliau bertakbir lalu ruku’. Ketika mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, Beliau mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, Beliau sujud di antara kedua tangannya.

 

Dalam riwayat Ahmad dan Abu Daud disebutkan,

ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ

“Kemudian meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, di pergelangan tangan, atau di lengan tangan kirinya.” (HR. Ahmad 4: 318 dan Abu Daud No. 727. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 

Sebagaimana pula diriwayatkan oleh Abu Hazim dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idiy, ia berkata,

كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِى الصَّلاَةِ

“Orang-orang saat itu diperintahkan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya saat shalat.” Abu Hazim berkata, “Hadits ini disandarkan pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” Hadits terakhir ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari.

Dan tidak ada satu pun hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang menunjukkan bahwa Beliau melakukan sadl yaitu tangannya diletakkan di samping saat berdiri dalam shalat.” (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah, 6: 365-366).

Juga bisa berdalil dengan hadits musii’ sholatuhu (orang yang jelek shalatnya), di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata padanya,

ثُمَّ رَكَعَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ ثُمَّ رَفَعَ حَتَّى أَخَذَ كُلُّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ

“Kemudian ruku’ lalu kedua tangan diletakkan di lututnya sampai setiap anggota tubuh mengambil posisinya. Kemudian bangkit dari ruku’ dan setiap anggota tubuh mengambil posisinya.” (HR. Ahmad 3: 407. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Makna hadits “sampai anggota tubuh mengambil posisinya” diterangkan dalam riwayat,

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا

“Jika engkau bangkit dengan mengangkat kepalamu, maka luruskanlah tulang punggungmu hingga setiap tulang kembali pada posisinya.” (HR. Ahmad 4: 340. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Yang dimaksud dengan hadits ini adalah posisi tangan ketika itu bersedekap seperti dilakukan sebelum ruku’ yaitu pada saat berdiri saat membaca surat.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi berkata, “Terdapat pula indikasi yang menunjukkan tangan itu bersedekap setelah ruku’. Yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika mengangkat kepalanya dari ruku’, Beliau berdiri sampai-sampai orang-orang mengira bahwa Beliau lupa untuk sujud (karena saking lamanya berdiri kala itu, -pen). Demikian dikatakan oleh Anas bin Malik sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari. Ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bangkit dari ruku’, tangannya dalam keadaan sedekap karena keadaan Beliau begitu lama saat itu. Hal ini lebih disangka sedekap dari pada Beliau melepas tangannya ke bawah. Sampai-sampai dikira pula Beliau berada dalam raka’at yang baru. Kalau tangan dalam keadaan sadl, yaitu dilepas ke bawah tentu tidak disangka demikian.”

Intinya untuk masalah ini telah dikatakan oleh Imam Ahmad,

إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ : إنْ شَاءَ أَرْسَلَ يَدَيْهِ ، وَإِنْ شَاءَ وَضَعَ يَمِينَهُ عَلَى شِمَالِهِ

“Jika seseorang bangkit dari ruku’, maka jika ia mau, ia bisa melepaskan tangannya (tidak sedekap). Jika mau, ia pun bisa meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (sedekap).” (Al Inshaf, 2: 412, Asy Syamilah).

Imam Ahmad mengatakan demikian karena tidak ada dalil tegas yang membicarakan masalah sedekap setelah ruku’. Sehingga Imam Ahmad pun mengatakan,

أرجو أن لا يضيق ذلك

“Aku harap, jangan terlalu mempermasalahkan hal tersebut.”

 

(Lihat Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Ath Thorifi, hal. 86).

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Mahathir Fathoni S.Ag

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button