SBUMSBUM Akhwat

T 063. BAGAIMANA SIKAP SEORANG ANAK YANG DILAMAR OLEH ORANG YANG SHALIH, TETAPI AYAHNYA TIDAK SETUJU KARENA BELUM MENGENAL SUNNAH?

BAGAIMANA SIKAP SEORANG ANAK YANG DILAMAR OLEH ORANG YANG SHALIH, TETAPI AYAHNYA TIDAK SETUJU KARENA BELUM MENGENAL SUNNAH?

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Nurul

Angkatan : 01

Grup : 047

Domisili :

 

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Semoga para Ustadz dan peserta anggota grup ini senantiasa selalu dijaga dan diberikan kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Afwan, ana ingin bertanya.

Ana seorang akhwat, ana Alhamdulillah sudah mengenal Manhaj Salaf 2 tahun terakhir. Beberapa waktu yang lalu ada ikhwan yang datang melamar ana. Ikhwan tersebut secara agama dan ahlaknya Insyaa Allah baik. Beliau sudah ngaji dan mengenal Sunnah dan bermanhaj salaf. Tapi ayah ana menolaknya dengan alasan pemahaman salafnya dan berbagai macam alasan yang sangat tidak syar’i. Karena menurut ayah ana itu pemahaman sesat. Bahkan ayah ana bilang kalau saya lebih baik menikah dengan orang non Muslim dari pada harus nikah dengan orang yang berpemahaman seperti itu (salaf).

Apa yang harus ana lakukan, Ustadz? Apakah ana harus melanjutkan pernikahan dengan menggunakan wali hakim?

Apakah ana termasuk anak durhaka karena tidak patuh dengan ayah ana? Terus terang ayah ana belum mengenal Sunnah dan masih sering melakukan bid’ah seperti tahlilan, maulid dan hal lainnya yang tidak sesuai Sunnah.

Mohon pencerahannya, Ustadz.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Aamiin. Wa Iyyaakum.

Baarakallahu fiikum.

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari ukhti Nurul hafizhakillah (semoga Allah menjagamu). Semoga Allah Al-Hadi senantiasa memberikan hidayah Islam dan Sunnah kepada ayah ukhti dan kita semuanya. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan kita semuanya keistiqamahan di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (Manhaj Salaf). Aamiin.

Berkaitan dengan pertanyaan penjelasan ukhti kita wajib bersyukur kepada Allah Ta’ala karena ukhti telah dikhitbah (dilamar) oleh laki-laki yang baik agama dan akhlaknya sebagaimana dalam hadits-hadits shahih. Terlebih lagi jika ukhti dan laki-laki tersebut sudah saling cocok.

Berikut penjelasan dan jawabannya:

  1. Do’akan terus ayah dan keluarga ukhti agar Allah Ta’ala memberikan hidayah Islam dan Sunnah di atas Manhaj Salaf serta dilembutkan hatinya agar sejalan dengan rencana ukhti dan calon suami yang baik itu.
  2. Belikan buku-buku Islam yang bermanhaj Salaf lalu buku-buku tersebut diletakkan di tempat dimana saja Ayah sering duduk. Kita semua berharap agar dibaca dan dipahami oleh Ayah beserta keluarga. Insyaa Allahu Ta’ala.
  3. Coba diusahakan untuk menghubungi orang-orang yang kata-kata dan nasihatnya didengar oleh ayah ukhti, seperti paman, saudara sepupu ayah, kakek atau saudaranya kakek, tokoh masyarakat dan ahli ilmu di lingkungan sekitar.
  4. Insyaa Allahu Ta’ala ukhti tidak termasuk anak yang durhaka, karena alasan ayah ukhti tidaklah syar’i sama sekali. Terlebih karena ketidaktahuannya dan banyak syubhat di benaknya tersebut sehingga beliau menolak cara beragamanya Shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in serta imam madzhab yang empat di dalam berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah atau yang kita kenal dengan Manhaj Salaf. Dan yang terpenting juga ukhti dan calon suami tetap bertutur kata yang baik, sopan dan lemah lembut kepada ayah ukhti. Walaupun misalnya beliau kasar dan menghujat, kita tetap tenang dan tidak boleh terpancing dengan emosi.
  5. Jika cara-cara tersebut masih tidak digubris oleh ayah ukhti tidak mengapa dan jangan berkecil hati, apalagi sampai putus asa. Caranya adalah ukhti beserta mahram dan calon suami datang ke KUA. Jelaskan kondisi dan permasalahan sebenarnya kepada para pejabat KUA itu. Setelah itu biasanya pihak KUA akan meminta keterangan syah ukhti, jika diterima -Alhamdulillah- ini yang kita harapkan. Dan jika tidak diterima biasanya pihak KUA akan tetap melaksanakan akad nikah ukhti dengan wali nikahnya ukhti adalah wali hakim (yang berlaku di Indonesia dan yang resmi adalah petugas KUA atau bapak penghulu itulah juga bertugas sebagai wali hakim).

Insyaa Allahu Ta’ala ini yang terbaik. Dan juga jangan lupa terus do’a kebaikan, berbicara dan bersikap yang baik serta sering-sering memberi nafkah dan hadiah untuk ayah ukhti tercinta.

Dasar penjelasan ringkas kami di atas bisa dilihat dan diperiksa di kitab:

  1. Al-Masaail Jilid 7, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah.
  2. Pernikahan & Hadiah Untuk Pengantin, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Semoga bermanfaat.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abu Uwais Muhammad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin.

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

 

Tambahan oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

Selain saran yang disebut di atas yakni mendo’akan dan memberi nasihat, perlu pula sang ayah diingatkan tentang ancaman dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”. [HR Tirmidzi 1085].

Tentu ayah yang baik tidak ingin anak atau keluarganya terkena fitnah, entah itu fitnah syahwat yang menyambar-nyambar hingga bisa menyebabkan kerusakan atau hilangnya keberkahan.

Adapun tentang ayah yang menolak untuk menikahkan putrinya, ada 2 catatan;

  1. Jika ayah tidak mau menikahkan putrinya karena alasan yang dapat diterima syari’at, seperti lelaki yang meminang tidak sekufu, tidak shalih, atau karena ada lelaki lain yang lebih baik agama dan akhlaknya, maka hak perwalian tetap menjadi miliknya dan tidak berpindah ke orang lain.
  2. Kedua, jika penolakan tersebut mengandung unsur kezhaliman, seperti datang lelaki sekufu yang baik agama dan akhlaknya namun ayah tetap melarang untuk menikah dengannya, maka yang seperti ini hak perwalian bisa berpindah ke orang lain.

Lalu siapa saja yang boleh menjadi wali (selain ayah)? Kerabat laki-laki dari jalur ayah, seperti: kakek, anak, saudara laki-laki, dan paman dari jalur ayah. Kalau tidak ada kerabat laki-laki dari jalur ayah, maka serahkan kepada penguasa atau pemerintah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ، وَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

“Tidak sah nikah kecuali dengan keberadaan wali, dan penguasa adalah wali bagi siapa (wanita) yang tidak mempunyai wali”. [HR Tirmidzi 1102].

Di negara kita bisa diwakili oleh petugas KUA, bisa disebut juga wali hakim.

Wallahu A’lam

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button