SBUMSBUM Akhwat

T 092. BOLEHKAH BEKERJA DI BI, OJK, KANTOR PAJAK ATAU PEGADAIAN?

BOLEHKAH BEKERJA DI BI, OJK, KANTOR PAJAK ATAU PEGADAIAN?

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab) 

 

Pertanyaan

Nama : Putri

Angkatan : 01

Grup : 036

Domisili :

بسم الله الرحمن الرحيم

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Bekerja di Bank Indonesia, OJK, Kantor Pajak, Pegadaian apakah halal/tidak riba?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

  1. Bekerja di Bank Indonesia atau OJK diperbolehkan selama tidak berhubungan dengan kebijakan BUNGA.
  2. Bekerja di pegadaian juga diperbolehkan, jika pegadaiannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam syari’at Islam. 
  3. Bekerja di kantor pajak, hukum asalnya tidak diperbolehkan, mengacu kepada hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, 

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ

“Tidak akan masuk surga pemungut ‘pungutan yang tidak dibenarkan dan memaksa’”. (Hadits ‘Uqbah Ibn ‘Amir dalam Sunan Abi Dawud Bab Fis-si’ayah ‘Alas-Shadaqah No. 2939).

 

Pungutan yang dimaksud dalam hadits tersebut lebih dikenal saat ini dengan pajak. 

Namun ada beberapa pendapat para ulama yang lain, meninjau keadaan saat ini. (Perkataan di bawah ini dikutip dari Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus). 

  1. Yang pertama, Pajak yang diambil secara ‘adil dan memenuhi berbagai syaratnya.
  2. Yang kedua, Pajak yang diambil secara zhalim dan melampaui batas.

Pajak yang diwajibkan oleh penguasa Muslim karena keadaan darurat untuk memenuhi kebutuhan negara atau untuk mencegah kerugian yang menimpa, sedangkan perbendaharaan negara tidak cukup dan tidak dapat menutupi biaya kebutuhan tersebut, maka dalam kondisi demikian ulama telah memfatwakan bolehnya menetapkan pajak atas orang-orang kaya dalam rangka menerapkan mashalih al-mursalah dan berdasarkan kaidah “tafwit adnaa al-mashlahatain tahshilan li a’laahuma” (sengaja tidak mengambil mashlahat yang lebih kecil dalam rangka memperoleh mashalat yang lebih besar) dan “yatahammalu adl-dlarar al-khaas li daf’i dlararin ‘aam” (menanggung kerugian yang lebih ringan dalam rangka menolak kerugian yang lebih besar).

Pendapat ini juga didukung oleh Abu Hamid Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa dan aAsy-Syatibhi dalam Al-I’tisham ketika mengemukakan bahwa jika kas Bait Al-Maal kosong sedangkan kebutuhan pasukan bertambah, maka imam boleh menetapkan retribusi yang sesuai atas orang-orang kaya. Sudah diketahui bahwa berjihad dengan harta diwajibkan kepada kaum Muslimin dan merupakan kewajiban yang lain di samping kewajiban zakat.

Jadi kesimpulannya,

Melihat keadaan kita di Indonesia yang mayoritas Islam yang seharusnya kebutuhan atau kekurangan tersebut bisa tertutupi dengan zakat, begitu pula jika masyarakat Muslim yang kaya diberi arahan untuk berjihad dengan harta mereka, yaitu dengan cara membantu yang lain yang sedang dalam kesulitan, maka hal ini (pajak) tidak diperlukan. 

Maka bagi ukhti Putri yang bertanya, sebaiknya menghindari bekerja di sana.

Sesuai dengan dalil-dalil yang telah disampaikan di atas. 

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Muhammad Beni Apriono. 

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag. 

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

Website GIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button