SBUMSBUM Akhwat

T 149. BOLEHKAH MENGULANG SHALAT KARENA LUPA GERAKAN DAN BACAANNYA?

BOLEHKAH MENGULANG SHALAT KARENA LUPA GERAKAN DAN BACAANNYA?

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama       : Ummu Hanif Al Khoyr

Angkatan : 01

Grup        : 136

Domisili  : –

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Afwan, Ustadz.

Ada keluarga ana yang ketika beliau shalat, beliau lupa akan gerakannya beserta bacaannya dan beliau merasa tidak khusyu’ dalam shalat. Sehingga, beliau memutuskan untuk mengulangi shalatnya. Bagaimana soal masalah tersebut? Apakah ini diperbolehkan?

Pertanyaan terakhir ana.

Bagaimana hukum seorang wanita yang menunda waktu shalat dan ketika dia shalat dia tetap mengerjakan shalat sunnah tapi memang sengaja menunda waktu shalatnya?

Afwan… Semoga kita semua dimudahkan dalam segala urusan, dijauhkan dari berbuat syirik kepada-Nya dan selalu dalam lindungan Allah.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Was shalaatu was salaamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du.

Untuk Ummu Hanif terkait masalah khusyu’.

Khusyu’ merupakan ruh shalat. Sehingga nilai pahala kita dalam shalat, diukur sesuai kadar khusyu’ kita ketika shalat.

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

“Ketika seseorang selesai dari shalatnya, pahala yang dia dapatkan hanya 1/10 shalatnya, atau 1/9 atau 1/8 atau 1/7 atau 1/6 atau 1/5 atau ¼ atau 1/3, atau setengahnya”. (HR. Abu Daud 796 dan dishahihkan al-Albani).

 

Ibnu Abbas mengatakan,

لَيسَ لَـكَ مِنْ صَلَاتِكَ إِلَّا مَا عَقَلْتَ مِنْـهَا

“Kamu tidak mendapat pahala dari shalatmu selain apa yang kamu renungkan dari shalatmu”. (Takhrij ahadits al-Ihya, az-Zain al-Iraqi, 1/309).

 

Lalu bagaimana jika shalatnya tidak khusyu’? Misal, memikirkan keluarganya ketika shalat, apakah shalatnya harus diulangi? Ulama berbeda pendapat mengenai hukum khusyu’ dalam shalat.

Jumhur ulama mengatakan, hukumnya anjuran dan tidak wajib. Karena mustahil seseorang bisa khusyu’ dengan sempurna dalam shalatnya.

Di antara dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

إذا نودي للصلاة أدبر الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ؛ حتى لا يسمع التَّأْذِينَ، فإذا قَضَى النداء أقبل، حتى إذا ثُوِّبَ بالصلاة أدبر، حتى إذا قضى التَّثْوِيبَ؛ أقبل حتى يَخْطُرَ بين المرء ونفسه، يقول اُذْكُر كذا، اُذْكُر كذا؛ لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِى كَمْ صَلَّى

“Ketika adzan dikumandangkan, syaitan menjauh dari masjid sambil terkentut-kentut, hingga dia tidak mendengar adzan. Setelah adzan selesai, dia datang. Ketika iqamah, dia menjauh. Ketika iqamah selesai, dia datang, lalu membisikkan hati hamba yang sedang shalat, ‘Ingat ini… ingat itu…’ padahal sebelumnya dia tidak ingat. Hingga seseorang lupa dan tidak tahu berapa jumlah raka’at yang telah dia kerjakan dalam shalatnya”. (HR. Bukhari 608 & Ahmad 8139).

Dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyebutkan kondisi orang yang digoda syaitan dalam shalat, hingga pikirannya melayang ke mana-mana, sampai dia lupa jumlah raka’at yang telah dia kerjakan. Artinya, dia tidak khusyu’ dalam shalatnya. Namun Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak memerintahkan agar shalatnya diulangi.

Hanya saja pahalanya berkurang bahkan bisa jadi tidak ada.

Ibnul Qoyim mengatakan,

فإن قيل : مما تقولون في صلاة من عدم الخشوع في صلاته :  هل يعتد بها أم لا قيل : أما الاعتداد بها في الثواب : فلا يعتد له فيها إلا بما عقل فيه منها وخشع فيه لربه

“Jika ada orang yang bertanya, bagaimana dengan orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. Apakah dia mendapat pahala atau tidak? Ada yang mengatakan, untuk masalah mendapat pahala, dia tidak mendapat pahala, selain bagian yang dia renungkan dalam shalatnya dan kadar khusyu’ nya di hadapan Rab-nya.”

Lalu beliau mengatakan,

وقد علق الله فلاح المصلين بالخشوع في صلاتهم فدل على أن من لم يخشع فليس من أهل الفلاح ولو اعتد له بها ثوابا لكان من المفلحين وأما الاعتداد بها في أحكام الدنيا وسقوط القضاء : فإن غلب عليها الخشوع وتعقلها اعتد بها إجماعا وكانت السنن والأذكار عقيبها جوابر ومكملات لنقصها

“Allah mengkaitkan kebahagiaan orang yang shalat dengan kualitas khusyu’ mereka dalam shalat. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak khusyu, bukan termasuk orang yang beruntung. Andai orang yang tidak khusyu’ dalam pahala, tentu dia termasuk orang yang bahagia”.

Sementara untuk hukum dunia dan tidak ada kewajiban qadha’, jika ada kadar khusyu’ dominan, maka shalatnya sah dengan sepakat ulama. Sementara shalat sunah dan dzikir setelahnya akan menjadi penutup dan penyempurna kekurangan shalatnya”. (Madarij as-Salikin, 1/525 – 526).

 

Kesimpulannya, khusyu’ 100% dalam shalat, hukumnya tidak wajib. Karena hampir tidak mungkin manusia bisa melakukannya. Sementara adanya kondisi tidak khusyu’, selama tidak dominan, shalat tetap sah, dan tidak perlu diulang. Dan jangan lupa untuk melakukan shalat rawatib, yang ini bisa menjadi pelengkap untuk bagian dari shalat kita yang kurang.

Untuk jawaban pertanyaan kedua.

Ada yang sengaja menunda shalat dengan sengaja hingga keluar waktu. Misal saja mengatur alarm waktu Shubuh ketika matahari sudah terbit atau menunda shalat ‘Ashar hingga waktu Maghrib. Ingat, perbuatan menunda shalat hingga keluar waktu seperti ini termasuk dosa besar dan mesti dinasihati orang seperti itu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya,

“Bagaimana hukum orang yang meninggalkan satu shalat dengan sengaja dengan niat ia akan mengerjakan secara qadha’ ketika sudah habis waktunya? Apakah termasuk dosa besar.”

Jawab beliau,

“Iya, mengakhirkan shalat dari waktunya padahal ia wajib menunaikan di waktunya termasuk dosa besar”.

Bahkan ‘Umar bin Al Khatttab radhiyallahu ‘anhu berkata,

الْجَمْعُ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ مِنْ الْكَبَائِرِ

“Jamak antara dua shalat tanpa ada udzur termasuk dosa besar.”

Diriwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi secara marfu’ -sampai pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dari Ibnu ‘Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَقَدْ أَتَى بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْكَبَائِرِ

“Barang siapa menjamak dua shalat tanpa ada udzur, maka ia telah mendatangi salah satu pintu dosa besar”.

 

Hadits ini dikatakan marfu’ -sampai pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam-, walaupun pernyataan itu menuai kritikan.

Imam Tirmidzi mengatakan,

“Para ulama mengetahui akan hal ini dan atsar tersebut sangat ma’ruf. Para ulama menyebutkannya dan menetapkannya, tidak mengingkarinya.”

Dalam kitab shahih, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda,

“Barang siapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya.”

Terhapusnya amalan tidaklah ditetapkan melainkan pada amalan yang termasuk dosa besar. Begitu pula meninggalkan shalat Ashar lebih parah dari pada meninggalkan shalat lainnya. Karena shalat Ashar disebut dengan shalat wustho[1] yang dikhususkan dalam perintah untuk dijaga. Shalat Ashar ini juga diwajibkan kepada orang sebelum kita di mana mereka melalaikan shalat ini. Jadi, siapa saja yang menjaga shalat Ashar, maka ia mendapatkan dua ganjaran”. (Majmu’atul Fatawa, 22: 53-54).

والله تعالى أعلم

 

Diperiksa oleh : Ustadz Yudi Kurnia, Lc.

 

Tambahan dari Ustadz Yudi Kurnia, Lc.

Lupa gerakan dalam shalat jika dimaksudkan adalah lupa apakah sudah melakukannya atau belum atau lupa gerakan apa yang harus dilakukan.

Jika yang pertama, maka :

  1. Jika yang lebih kuat adalah yakin telah melaksanakan gerakan inti dalam shalat, maka tidak perlu menghiraukan keraguan. Nanti sebelum salam sujud sahwi 2x.
  2. Jika yang kuat adalah belum melakukan gerakan inti dalam shalat, maka raka’at yang tidak melakukan satu gerakan ini dalam shalat tidak dihitung 1 raka’at, maka shalat ditambah 1 raka’at kemudian nanti sujud sahwi 2x.

Dan perlu diperhatikan bahwa tidak boleh mengikuti was-was dalam shalat dengan mengulang atau memutus shalat demikian dan tegakkanlah shalat berdasar yakin.

Untuk menunda waktu shalat, maka jika menunda sampai lewat waktu tanpa alasan syar’i maka haram.

Jika menunda tidak sampai lewat waktu tanpa alasan syar’i maka tidak disukai.

Hukum asal mengerjakan perintah adalah disegerakan dan tidak menunda-nunda.

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button