SBUMSBUM Akhwat

T 035. HUKUM MENINGGALKAN SHALAT

HUKUM MENINGGALKAN SHALAT

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : dr. Herna Maryam

Angkatan : 01

Grup : 028

Domisili :

 

بسم الله الرحمن الرحيم 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

Ustadz, afwan nak bertanya. 

Bagaimana bila orang yang dia sudah berhaji tapi shalat fardu 5 waktu masih jarang-jarang kadang dikerjakan kadang tidak? Apakah orang ini termasuk fasik? 

Dan mengapa orang yang sudah shalat tapi kok masih saja temperamental. Bukankah shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar?

 

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

Jawaban

 

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Ahsanullahu ilaina wa ilaikum. 

Barakallahu fiiki. 

Shalat merupakan tiang agama Islam. 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة  وذروة سنامه الجهاد في سبيل الله

“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad”.

(HR Ahmad). 

 

Tiang merupakan suatu hal yang penting dalam membangun sesuatu, dan tidaklah sesuatu tegak kecuali karena adanya tiang tersebut, dan tidaklah rubuh melainkan karena ketiadaan tiang itu. Dan shalat merupakan tiang agama Islam, apabila tiang itu rubuh maka bangunannya juga akan ikut rubuh, karena itu meninggalkannya menurut para ahli ilmu dapat mengeluarkan sesorang dari agama Islam kepada kekafiran, waal ‘Iyadzubillah.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, 

بين الرجل وبين الكفر والشرك ترك الصلاة 

“(Batasan) antara seseorang dengan kekafiran dan juga kesyirikan adalah meninggalkan shalat”.

(HR Muslim). 

Dan dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

“Perjanjian antara kita dan mereka (orang Kafir) adalah sholat, barangsiapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir” (HR Ahmad).

 

Ini adalah ancaman besar yang menunjukkan kafirnya seseorang yang meninggalkan shalat fardhu wal ‘Iyadzubillah walaupun dia tidak mengingkari tentang wajibnya shalat tersebut. 

Sedangkan apabila seseorang yang mengingkari wajibnya shalat fardhu maka dia telah kafir menurut ‘Ijma, apabila dia mengingkari tentang wajibnya shalat fardhu dan berkata, 

“Sesungguhnya shalat fardhu itu tidaklah wajib”, maka Ijma’ mengatakan dia telah kafir _kita memohon ampunan kepada Allah.

Tapi seandainya dia berkata: iya, shalat memanglah wajib, akan tetapi dia melanggar dan tidak shalat, maka yang shahih menurut pendapat para ‘Ulama dia juga kafir karena hal itu. 

Hal itu dikarenakan dia tidak menegakkan agama Allah, dan juga mengingkari Perjanjian dengan-Nya. 

Karena adanya ancaman kekufuran menjadikan perbuatan ini merupakan Dosa Besar. 

Pelakunya disebut Fasiq (pelaku dosa besar) bahkan bisa sampai kepada derajat kafir. Akan tetapi apabila ia bertaubat dengan benar dan menjaga shalat setelahnya maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya. Karena taubat menghapuskan dosa yang telah lalu.

Allah berfirman:

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)

“Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan masuk surga dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun”.

(QS. Maryam 19:59-60).

 

Karena dalam menghukumi seseorang harus didatangkan hujjah terlebih dahulu berupa nasihat. Maka hendaknya anti menasihati tetangga anti supaya bertaubat dengan taubat An-Nashuha, dan memberitahu tentang betapa penting dan agungnya kedudukan shalat di mata Allah, dan ancaman bagi yang meniggalkannya, terlebih dia sudah menunaikan ibadah haji. 

Adapun firman Allah Ta’ala:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45) 

“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat menahan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lainnya), dan Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.

 

Sesungguhnya shalat itu mencangkup 2 perkara: yaitu meninggalkan perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Sesungguhnya orang yang rajin dan tekun dalam melaksanakannya dapat membawa orang itu untuk meninggalkan dua hal tersebut”.

[Tafsir Ibnu Katsir].

 

Barang siapa yang shalatnya tidak menyuruh dia melakukan perbuatan yang ma’ruf (baik) dan tidak menahan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, maka ada atsar dari Ibnu  Mas’ud dan Ibnu Abbas:

في الصلاة منتهى ومزدجر عن معاصي الله، فمن لم تأمره صلاته بالمعروف، ولم تنهه عن المنكر، لم يزدد بصلاته من الله إلا بعدًا

“Dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat mencegah dan menahan dari berbuat maksiat kepada Allah, barang siapa yang shalatnya tidak menyuruhnya untuk berbuat Al-Ma’ruf (kebaikan) dan tidak menahan dirinya dari perbuatan Al-Mungkar (keburukan), maka ia hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah karena shalat tersebut”.

[Tafsir Al-Baghawi].

 

Qotadah dan Al Hasan berkata:

من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر فصلاته وبال عليه

“Barang siapa yang shalatnya tidak menahan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar maka shalatnya menjadi perusak dirinya”.

[Tafsir Al-Baghawi].

 

Walaupun demikian keadaannya hendaknya seseorang tidak meninggalkan shalat, dan istiqamah dalam mengerjakannya. Karena kesalahan tidak teletak di amaliyah shalatnya akan tetapi pada diri orang tersebut. Jadi jangan putus shalatnya walaupun belum bisa meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. 

Dari Anas Bin Malik berkata dulu ada pemuda dari anshar shalat lima waktu bersama Rasulullah kemudian dia tidak meninggalkan satu pun dari perbuatan kejinya kecuali dia itu masih mengerjakannya, maka aku menceritakan keadaannya kepada Rasululah, Rasulullah bersabda,

“إن صلاته تنهاه يوما” 

“Sesungguhnya shalatnya akan menahannya suatu hari nanti” 

Meskipun begitu harus muhasabah (intropeksi) diri. Hendaknya shalat yang ia lakukan tidak sebatas gerakan lisan dan badan, akan tetapi harus menyertakan hati. 

Syeikh Abdurrahman Assa’di dalam tafsirnya menyebutkan di antara cara supaya seseorang bisa menahan perbuatan keji dan mungkar dengan shalatnya, yaitu:

  1. Mendirikan dan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat.
  2. Khusyu’ dalam shalat.
  3. Mencerahkan hatinya dan juga mensucikannya. Yaitu dengan menamkan sifat rasa takut dan pengawasan dari Allah. 
  4. Menambahkan bekal iman dan taqwa dan keinginannya dalam kebaikan, dan mengurangi atau menghilangkan keinginannya dalam keburukan. 

Al Muzani berkata:

“Seseorang yang shalat membutuhkan 4 kebiasaan, supaya shalatnya diterima:

  1. Kehadiran hati. 
  2. Menyaksikan dengan akal. 
  3. Terpenuhi rukun-rukunnya. 
  4. Dan juga khusyu’nya anggota badan. 

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abdullah Ashim. 

Diperiksa oleh : Ustadz Yudi Kurnia, Lc. 

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button