SBUMSBUM Akhwat

T 078. MENGAPA DALAM ISLAM TERKESAN BANYAK SEKALI PERATURAN YANG MENGIKAT PEREMPUAN?

MENGAPA DALAM ISLAM TERKESAN BANYAK SEKALI PERATURAN YANG MENGIKAT PEREMPUAN?

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Lili Susanti

Angkatan : 01

Grup : 056

Domisili :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Setelah saya sering mendengarkan kajian mengenai kewajiban-kewajiban perempuan untuk menahan diri dari semua larangan Allah yang berhubungan dengan fitrahnya sebagai perempuan, saya jadi sering sekali berpikir dan merasa mengapa sepertinya di dunia ini perempuan itu amat banyak tuntutannya, lalu perempuan diberikan banyak ancaman dosa/neraka jika tidak melakukannya. 

Perempuan sangat banyak diminta/diperintah untuk menahan diri dari fitrahnya,  misal untuk tidak bepergian ke luar rumah tanpa urusan yang syar’i atau kehidupan sosialnya terbatas, lalu di dalam rumah pun harus menyenangkan suaminya. 

Padahal fitrahnya perempuan memang suka dipuji, suka akan kecantikan, suka banyak bicara atau bersosialisasi, dan itu terjadi berulang sepanjang hari sepanjang hidupnya. 

Dan setelah sepanjang hari menahan diri, diwajibkan bagi perempuan untuk menyenangkan suami yang sudah menjalankan kewajibannya mencari nafkah.

Sedangkan untuk lelaki yang fitrahnya berhubungan dengan syahwatnya seperti seolah memiliki kekhususan sendiri, atau diagungkan. Maksud saya, suami mungkin ketika berada di luar rumah, mereka menahan diri 

Dari melihat perempuan di luaran sana, tetapi diberikan maaf seperti pelampiasan atas upaya mereka menahan diri tadi, yaitu istrinya di rumah. 

Tapi saya belum pernah mendengar adanya ancaman dosa/masuk neraka terhadap suami yang tidak menyenangkan hati istrinya di rumah, agar istrinya memiliki pelampiasan atas penahan diri dari fitrahnya sebagai perempuan yang suka dipuji, suka banyak bicara/bersosial atau fitrah yang lainnya yang Allah ciptakan dalam diri perempuan. 

Apakah hukum Allah memang memberikan lebih atas kesenangan dunia pada lelaki atas fitrahnya? 

Dan apakah sebenarnya ada ancaman dosa/neraka untuk perkara kecil yang merupakan pemuas fitrah seorang perempuan jika suami tidak melalukannya?

Kadang dalam pikiran saya merasa kasihan sekali menjadi perempuan, betapa tidak mudahnya menjalani hidup.

Dan apakah bila perempuan sudah berusaha menjalani semua larangannya, tetapi masih ada rasa terpaksa di dalam dirinya dalam melaksanakan tetap mendapatkan ganjaran pahala/syurga ?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Baarakallahu fiiki

Ukhti Fillah ‘azaniyallahu ilaiki

Memang secara sekilas pernyataan anti benar, bahwa berat sekali hidup sebagai perempuan dengan anjuran-anjuran Islam yang ada. Banyak sekali tuntutan, walaupun dalam sudut pandang ana tuntutan itu sebenarnya adalah tuntunan karena kita hidup di dunia ini tujuannya adalah akhirat maka Islam memberikan tuntutan yang sebenarnya adalah tuntunan supaya dapat meraih kesuksesan dunia maupun akhirat. Islam adalah agama yang adil tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kalau saudari bayangkan bagaimana keberadaan wanita saat Islam belum lahir? 

Bagaimana perlakuan orang-orang saat itu? 

Bagaimana mereka memandang para wanita? 

Pada zaman Fir’aun perempuan sangat tidak berharga bahkan dibunuh, orang Yunani menganggap wanita sebagai makhluk hina dan tidak memiliki derajat sosial di masyarakat, bahkan mereka menganggap kesialan, musibah, dan kesengsaraan bahkan karena keterhinaan mereka, sebagian mereka menjadikan pelacur sebagai kiblat mereka.

Bangsa Romawi yang tidaklah memandang wanita lebih dari pemuas nafsu mereka. “mengikatnya tanpa melepaskannya” itulah slogan orang-orang Romawi, mereka bebas dan sangat menguasai istri, dia punya kuasa penuh bak raja terhadap rakyatnya, dia bisa semena-mena sesuai dengan hawa nafsunya. 

Sebelum datangnya Islam, di Negeri Persia wanita dilarang menikah dengan laki-laki yang tidak memiliki baju besi yang bermacam-macam. Sedangkan laki-laki memiliki kebebasan dalam memperturutkan hawa nafsunya, dia adalah raja hanya karena semata-mata seorang laki-laki.

Bahkan tatkala haid wanita diusir dari tempatnya ke tempat jauh, dan tidak boleh ada yang mengunjunginya kecuali pembantu yang mengantarkan makanan. 

Wanita di negeri Cina sebelum Islam hadir, seorang ayah tidak memberikan warisan kepada anak perempuannya. Tidak boleh bagi wanita menuntut atau meminta harta ayahnya sedikit pun selagi dia bukan seorang anak laki-laki. Mereka menganggap wanita sebagai racun yang merusak kebahagiaan dan harta. 

Wanita di Negeri India. Di Negeri India wanita dianggap sebagai sumber kesalahan dan penyebab kemunduran akhlak maupun mental. Sehingga wanita diharamkan dalam hak-hak pemerintahan dan warisan. Bahkan mereka tidak memiliki hak hidup setelah suaminya wafat, sehingga dia harus mati di hari kematian suaminya dan dibakar hidup-hidup bersama suaminya dalam satu tempat pembakaran. 

Wanita dalam Pandangan Yahudi. 

Ada pun wanita menurut orang-orang Yahudi bahwa wanita adalah makhluk terendah dan hina. Wanita ibarat barang tak berharga yang dapat dibeli di pasar-pasar. Mereka menganggap bahwa bagi laki-laki, wanita adalah satu pintu dari pintu jahannam karena wanitalah yang dituduh menggerakan dan membawa mereka pada dosa. Dari wanitalah terpancar mata air musibah yang menimpa manusia seluruhnya. Mereka berkeyakinan bahwa wanita adalah laknat karena telah menggoda Adam.

Wanita dalam pandangan orang-orang Nasrani.

Mereka menggambarkan wanita sebagai biang dari kemaksiatan, akar dari kejahatan dan dosa. Wanita adalah salah satu pintu-pintu jahannam bagi laki-laki, karena mereka telah mendorong dan membawa laki-laki untuk berbuat dosa. Seorang pemuka Nasrani yang bernama Tirtolian berkata “Wanita adalah pintu syaitan ke dalam jiwa manusia, wanita pulalah yang mendorong seseorang mendekati pohon yang dilarang, melanggar aturan Tuhan dan suka menggoda laki-laki.

Wanita dalam pandangan Bangsa Arab Jahiliyah.

Bangsa Arab Jahiliyah menganggap wanita begitu hina, bahkan kelahiran anak perempuan dianggap aib yang begitu memalukan, sehingga pada masa itu apabila lahir anak perempuan, maka mereka akan membunuhnya dengan mengubur hidup-hidup. 

Maka Islam datang dengan penuh rahmat dan hikmah, sehingga hak wanita dan anak-anak dipenuhi secara kaffah. Islam tidak merendahkan wanita bahkan memuliakannya. Dan menyamakan hak laki-laki dan perempuan. Apabila bertaqwa surga ganjarannya dan apabila durhaka maka neraka sebagai balasannya. Jadi tidak benar kalau hanya laki-laki yang diberikan kekhususan terhadap fitrahnya. Islam adalah agama fitrah, wanita yang suka berbicara, maka Islam memberikan jalan keluar dengan berdzikir. Wanita yang suka bersolialisasi, Islam memberikan jalan keluar dengan menuntut ilmu. Dan termasuk fitrah yang menjadi kekhususan wanita adalah haid dan Islam memberikan banyak keringanan di sana. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berlaku adil kepada seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak ada diskriminasi dalam Islam. Mengenai masalah keluar rumah dengan udzur syar’i dan juga sosial yang terbatas itu tidak benar, Islam hanya semata-mata menjaga harga diri seorang perempuan dan juga hawa nafsu pada diri wanita tersebut. 

Bagaimana jadinya ketika istri keluyuran begitu saja dan bersosial dengan laki-laki maupun perempuan, sementara hati ini lemah akan syahwat dan subhat. 

Asy-Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, 

“Wanita yang mengatakan bahwa tinggalnya kaum wanita di rumahnya adalah penjara, saya katakan:

Dia menentang firman Allah Ta’ala, ☟

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan tinggallah di rumah kalian”. (Al-Ahzab: 33).

 

Bagaimana kita bisa menganggap apa yang diperintahkan Allah sebagai penjara?

Namun, rumah memang penjara bagi wanita yang menginginkan:

  1. untuk kehilangan rasa malu atau
  2. bercampur dengan para pria.

Karena kebahagiaan tinggal di rumah adalah kebahagiaan yang sesungguhnya;

  1. Tinggal di rumah menunjukkan rasa malu
  2. Tinggal di rumah adalah sikap terpuji
  3. Tinggal di rumah menjauhkan wanita dari fitnah (cobaan yang menimpa agamanya)
  4. Tinggal di rumah menjauhkan wanita dari keluar bercampur baur dengan kaum pria.

Karena jika wanita itu keluar dan melihat para pria ini, (ia akan melihat berbagai hal dan berpikir);

  1. Ini adalah pemuda yang tampan
  2. Ini pria dewasa yang menawan
  3. Pria ini memakai pakaian yang indah
  4. Dan pemikiran lain semisalnya, yang menunjukkan ia terfitnah/ terpikat oleh pria, sebagaimana kaum pria terpesona oleh wanita.

Jadi para wanita harus bertaqwa kepada Allah dan kembali kepada apa yang difirmankan oleh Rabb dan Pencipta mereka, kembali kepada apa yang disabdakan utusan Rabb semesta alam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada mereka dan kepada selain mereka.

Hendaknya mereka meyakini bahwa mereka akan berjumpa dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka akan ditanya,

{ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ}

“Apa jawaban kalian terhadap para rasul?”  (Al-Qashash: 65).

 

Dalam keadaan mereka tidak tahu kapan akan bertemu dengan Allah Ta’ala:

  1. Bisa jadi di pagi hari seorang wanita berada di rumahnya dan istananya namun di sore hari ia berada di dalam kuburnya
  2. Atau di sore hari dia di rumahnya dan paginya sudah ada di dalam kuburnya”.

(Fatàwa Nùr ‘Alàd-Darb Kaset No. 371).

 

Maka tempat yang paling aman bagi seorang perempuan adalah rumah. Dan karena Islam adalah agama fitrah maka diamnya wanita di rumah adalah fitrah, sesuai dengan urf (budaya) tidak elok bagi wanita yang keluyuran keluar rumah dan bergaul ke sana kemari, melainkan untuk tinggal di rumah. Dan hikmah di balik itu semua sangat banyak, salah satunya adalah terjaganya harga diri seorang perempuan, terhindar dari fitnah, dan lebih dekat dengan Allah dan masih banyak lagi keutamaan wanita di rumah. Seorang laki-laki akan terjaga harga dirinya ketika keluar rumah (berkerja) sementara perempuan terjaga harga dirinya ketika di rumah. Ukhti fillah anti harus melawan tipu daya syaitan dengan keinginan anti keluar rumah, karena itu bukan fitrah melainkan tipu daya syaitan yang menjerumuskan. 

Sungguh mulianya wanita sehingga dimudahkan jalannya menuju syurga dengan berbakti kepada suaminya. Dalam hadits dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi WA Sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila wanita shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, maka disampaikan kepadanya: Silakan masuk surga dari pintu mana pun yang kamu inginkan”. (HR. Ahmad 1683 dan dihasankan Syuaib Al-Arnauth). 

Ini menunjukkan begitu mudahnya wanita dalam menjalani kehidupan ini dan juga tanggung jawab laki-laki sangatlah banyak dia diharuskan bertanggung jawab terhadap anak istri, orang tua, pekerjaan dan urusan-urusan lain di luar rumah, sementara istri hanya bertanggung jawab kepada rumah, dan berbakti kepada suami. Setelah menikah wanita sudah tidak memiliki tanggungan kepada orang tuanya lagi. Meski begitu dalam hubungan suami istri tidak dibenarkan dalam Islam kalau hanya istri yang mendapatkan ancaman ketika tidak berbuat baik kepada suami. Suami pun juga mendapatkan acaman, pertama hubungan antara suami terhadap istrinya adalah patokan baiknya hubungan suami kepada yang lain. Apabila ia baik di dalam rumah maka dia menjadi orang yang baik di luar rumah, namun apabila dia buruk hubungannya dengan istri maka hubungannya di luar rumah pun juga sebanding, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, 

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku”. (HR Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285).

 

Dan bagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berwasiat kepada ummatnya supaya para suami berbuat baik kepada para istri

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : 

اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita”. (HR Muslim: 3729).

 

Allah juga berfirman :

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Al Baqarah [2]: 228).

Laki-laki memang miliki derajat lebih tinggi karena laki-laki merupakan sosok pemimpin sementara wanita kebanyakan tidak, mereka lebih nyaman ketika ada yang membimbing. Walaupun begitu tetap suami sebagai laki-laki harus menunaikan hak-hak wanita, yaitu para istri dengan cara yang ma’ruf dan menghormati mereka dan juga memuliakan mereka. Dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah orang yang paling romantis kepada para istrinya, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selalu berbuat baik kepada para istrinya, suka memuji dan juga bersenda gurau sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan nyaman di rumah, jadi istri pun betah di rumah. Dengan dalil di atas sangat jelas, hak istri adalah mendapat perlakuan baik, apabila tidak, berarti dia mengambil hak orang lain, yang itu merupakan dosa besar pelakunya dijuluki Fasiq. 

Jadi anti harus melihat banyak sudut pandang lain mengenai hal ini, karena anti berada di lingkungan perempuan dan mendengar kajian tentang perempuan saja, maka tentu saja anti beranggapan demikian, akan tetapi jika anti tahu yang dikaji di kajian umum tentang rumah tangga. maka di situ dapat dilihat bahwa hak laki-laki dan perempuan sama saja. Dan ana sarankan supaya anti tidak terlalu terfokus kepada ancaman dan tuntutan, coba anti lihat banyak amal-amal Sunnah bagi perempuan dan jaminan surga yang sangat banyak bagi perempuan, karena apabila kita ditakutkan dengan ancaman maka hidup kita akan penuh dengan keputusasaan, akan tetapi kalau hanya harapan saja nanti hidup kita malah memudahkan saja dan hanya berharap tanpa beramal. Melainkan harus seimbang antara takut dan harapan, setelah itu kita tumbuhkan kecintaan, karena kalau ketakutan dan harapan saja maka akan membuat diri kita terbebani, akan tetapi dengan cinta semua akan menjadi sempurna, hidup indah, dan mudah. Dan tidak mengapa kalau misalkan dalam beramal kita ada paksaan dalam diri kita, amal tersebut tetap mendapatkan ganjara pahala dan juga syurga, karena keikhlasan itu butuh perjuangan dan perjuangan dalam meraih keikhlasan itu merupakan jihad. Jadi anti berjuanglah untuk ikhlas, karena meninggalkan larangan itu seperti berperang melawan hawa nafsu memang harus kita paksa, dan jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu.

Wallahu a’lam.

Syukron semoga anti selalu dalam lindungan Allah dan juga selalu mendapatkan petunjuk-Nya dan dimudahkan segala urusan anti.

Aamiin.

Wassalamu ‘alaikum.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abdullah Ashim 

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag 

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: https://grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button