SBUMSBUM Akhwat

T 094. HUKUM AIR KENCING BAYI

HUKUM AIR KENCING BAYI

(Sobat Bertanya Ustadz Menjawab)

 

Pertanyaan

Nama : Nurhayati

Angkatan : 01

Grup : 051

Domisili :

بسم الله الرحمن الرحيم

 السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jika mau shalat, lalu terkena air pipis bayi apakah harus ganti baju lagi? Apakah air pipis bayi sudah bisa dikatakan najis, Ummu?

Terima kasih. Semoga dijawab.

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

 

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Pertanyaan yang sangat bagus sekali dari Ukhti Nurhayati hafizhakillah.

Baarakallahu fiikum.

  1. Tidak harus mengganti pakaian dan cukup dipercikkan saja dengan air sekedarnya jika terkena air kencing bayi laki-laki yang belum memakan dan meminum sesuatu selain ASI. Dan harus mengganti pakaian jika terkena air kencing bayi perempuan walaupun makan minumnya cuma ASI saja.
  2. Air kencing bayi dikatakan najis jika bayi laki-laki tersebut sudah makan dan minum selain ASI dan bayi perempuan walaupun makan minumnya cuma ASI juga dihukumi najis. 

Tegasnya: Air kencing bayi laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI tidak yang lainnya tidaklah najis.

Penjelasan tersebut beserta dalil-dalilnya dijelaskan langsung oleh Al-Fadhil Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah di dalam buku ‘Menanti Buah Hati & Hadiah Untuk Yang Dinanti’ halaman 339-341 beliau menjelaskan:

“Dalam masalah ini terdapat beberapa hadits sebagaimana telah saya turunkan satu per satu di Fat-hul Hakim Fi Takhriji Sunani Abi Dawud (no. 374 – 379) bersama syawahid-nya di antaranya ialah: 

عن ام قيس بنت محصن انها اتت بابن لها صغير لم يأكل الطعام الى رسول الله صلى الله عليه وسلم في حجره، فبال على ثوبه فدعا بماء فنضحه ولم يغسله، (صحيح، رواه مالك والبخار ى ومسلم وابو داود وغيرهم)

“Dari Ummu Qais binti Mihsan: ‘Sesungguhnya ia pernah membawa bayi laki-lakinya yang belum memakan makanan (yakni masih menyusu) kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ mendudukkannya di pangkuannya, kemudian bayi itu kencing di atas pakaian Beliau. Lalu Beliau meminta air kemudian memercikkannya dan tidak mencucinya (yakni Beliau mencukupkan memercikkan air ke pakaian Beliau yang terkena kencing dan tidak mencucinya)’.”

(Hadits Shahih. Riwayat Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lain-lain sebagaimana telah saya keluarkan di Fathul Hakim Fi Takhriji Sunani Abi Dawud No. 374).

Di antara fiqih hadits yang mulia ini ialah bahwa kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan yakni masih menyusu (asi) apabila mengenai pakaian dan lain-lain cara membersihkannya cukup dipercikkan saja dengan air dan tidak harus dicuci sebagaimana fi’il (perbuatan) Nabi ﷺ di atas. Hal ini menunjukkan bahwa air kencing bayi tersebut tidak najis atau najis yang ringan. 

Ketentuan di atas setelah memenuhi dua syarat: 

Syarat Pertama:

Bayi tersebut adalah bayi laki-laki bukan bayi perempuan. 

Syarat Kedua: 

Dan bayi tersebut belum memakan makanan selain air susu ibu. Apabila hilang salah satu atau kedua syarat di atas, misalnya bayi laki-laki itu telah diberi makan selain air susu atau dia seorang bayi perempuan meskipun belum memakan makanan kecuali air susu ibu, maka hukumnya najis seperti najisnya air kencing orang dewasa dan mewajibkan mencuci sesuatu seperti pakaian dan lain-lain yang terkena air kencingnya. 

Hadits yang lain dari jalan Lubabah binti Harits: 

Telah bersabda Rasulullah ﷺ: 

انما يغسل من بول الأنثى وينضح من بول الذكر

“Hanya saja dicuci dari air kencing (bayi) perempuan dan dipercikkan dari air kencing (bayi) laki-laki”. 

Hadits ini shahih -yakni lighairihi- bersama syawahid- nya dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain sebagaimana telah saya terangkan di Takhrij Sunan Abu Dawud No. 375.

Di antara fiqih dari hadits yang mulia ini bersama saudara-saudaranya banyak sekali sebagaimana telah saya kumpulkan di Takhrij Sunan Abi Dawud memberikan faedah hukum kepada kita bahwa air kencing bayi perempuan najis meskipun belum memakan makanan dan wajib mencuci sesuatu yang terkena air kencingnya. 

Di antara fiqih hadits yang mulia ini bahwa syara’ yang bijaksana senantiasa membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam sebagian hukumnya sampai kepada masalah kencing bayi laki-laki dan perempuan. Kalau soal kencing saja antara dua orang bayi laki-laki dan perempuan telah dibedakan bagaimanakah tentang masalah kepemimpinan? Jawabannya saya serahkan kepada sidang pembaca yang terhormat”.

Sampai di sini penjelasan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah.

Referensi:

Menanti Buah Hati & Hadiah Untuk Yang Dinanti, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

والله تعالى أعلم

 

Dijawab oleh : Ustadz Abu Uwais Muhammad Yasin bin Sutan Muslim bin Amir bin Syamsuddin. 

Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag. 

 

Official Account Grup Islam Sunnah (GiS)⁣⁣

WebsiteGIS: https://grupislamsunnah.com

Fanpage: web.facebook.com/grupislamsunnah

Instagram: instagram.com/grupislamsunnah

WebsiteGBS: grupbelanjasunnah.com

Telegram: t.me/s/grupislamsunnah

Telegram Soal Jawab: https://t.me/GiS_soaljawab

YouTube: bit.ly/grupislamsunnah

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button